BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dinasti Ming ini muncul karena keberhasialan Zhu Yuanzhang dalam mengusir
Bangsa Mongol. Pada saat itu Zhu Yuanzhang ini menobatkan dirinya sebagai
kaisar dengan gelar Ming Taizhu (1368-1644). Tahun pemerintahannya yang disebut
dengan Hongwu, sehingga ia juga dikenal dengan sebutan Kaisar Hongwu. Dinasti
barunya itu dinamakan Dinasti Ming.
Pada tahun 1399-1406 Zhu Yuanzhang digantikan oleh cucunya yang bernama
Zhu Yunwen dengan gelar Jianwen. Akan tetapi pada saat itu Dinasti Ming berada
dalam kekuasaan putra-putara Zhu Yuanzhing. Kaisar Jianwen berusaha
mengendalikan paman-pamannya tersebut, dan sampai akhirnya terjadi perang
saudara antara Kaisar Jianwen dengan paman-pamannya selama 4 tahun.
Pada tahun 1644 Dinasti Ming mengalami keruntuhan ddan pada saat itu
kekuasaan Dinasti Ming telah berakhir dan kekuasaan tersebut diganti dengan
kekuasaan Dinasti Qin. Keruntuhan tersebut dikarenakan serangan dari bangsa
Manchu ke China. Awalnyya bangsa Manchu ini telah diusir dari China, tetapi
mereka tidak bersedia dan mereka malah memindahkan pusat meperintahan mereka
dari Mukden ke Beijing.
Sebelum masa keruntuhan yang dialami Dinasti Ming,
dimasa itu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu
juga berkembang ilmu pengobatan, perkembangan seni, perkembangan ekonomi dan
kemasyarakatan, dan perkembangan agama dan filsafat. Perkembangan tersebut akan
dibahas di dalam makalah ini. Selain membahas tentang perkembangan-perkembangan
yang terjadi pada Dinasti Ming, dalam makalah ini juda akan membahas tentang
perjalanan Muhibah Zheng He, serta membahas tentang hubungan Dinasti Ming
dengan kepulauan Nusantara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis mengambil
Rumusan Masalah yaitu sebagai berikut.
1.1.1
Bagaimana proses
berdiri dan berkembangnya Dinasti Ming pada tahun 1368-1644?
1.1.2
Bagaimana proses
runtuknya Dinasti Ming pada tahun?
1.1.3
Bagaimana
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semasa Dinasti Ming?
1.1.4
Bagaimana
perkembangan ilmu pengobatan semasa Dinasti Ming?
1.1.5
Bagaimana
perkembangan kesenian pada masa Dinasti Miang?
1.1.6
Bagaimana
perkembangan ekonomi dan kemasyarakatan semasa Dinasti Ming?
1.1.7
Bagaimana
perjalanan Muhibah Zheng He?
1.1.8
Bagaimana
perkembangan keagamaan dan filsafat semasa Dinasi Ming?
1.1.9
Bagaimana
hubungan Dinasti Ming dengan kepulauan Nusantara?
1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat diambil
beberapa tujuan yaitu sebagai berikut.
1.3.1
Mengetahui
berdirinya dan berkembangnya Dinasti Ming pada tahun 1368-1644;
1.3.2
Mengetahui
keruntuhan Dinasti Ming;
1.3.3
Mengetahui
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semasa Dinasti Ming;
1.3.4
Mengetahui
perkembangan pengobatan semasa Dinasti Ming;
1.3.5
Mengetahui
perkembangan kesenian pada masa Dinasti Ming;
1.3.6
Mengetahui
perkembangan ekonomi dan kemasyarakatan pada masa Dinasti Ming;
1.3.7
Mengetahui
perjalanan Muhibah Zheng He;
1.3.8
Mengetahui
perkembangan keagamaan dan filsafat pada masa Dinasti Ming;
1.3.9
Menngetahui
hubungan Dinasti Ming dengan kepulauan Nusantara.
1.4 Manfaat
Dapat
memperdalam wawasan terkait dengan
sejarah Dinasti Ming pada tahun 1368-1644.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Berdiri dan Berkembangnya Dinasti Ming
Setelah
berhasil mengusir Bangsa Mongol, Zhu Yuanzhang menobatkan dirinya sebagai
kaisar dengan gelar Ming Taizu (1368-1398). Tahun pemerintahannya disebut
dengan Hongwu, sehingga ia juga dikenal dengan sebutan Kaisar Hongwu. Dinasti
barunya itu dinamai dinasti Ming.
Zhu
Yuanzhang digantikan oleh cucunya yang bernama Zhu Yunwendengan gelar Jianwen
(1399-1402). Tetapi saat itu, kekuasaan Negara berada di tangan putra-putra Zhu
Yuanzhang. Kaisar Jianwen berusaha mengendalikan para pamannya itu dengan jalan
membatasi kekuasaan mereka, tetapi tentu saja usaha ini mendapat tentangan
keras. Sebagai akibatnya, timbul perang saudara selama 4 tahun antara Kaisar
dengan paman-pamannya. Dari segi kepandaian dan kemampuan, kaisar bukanlah
tandingan pamannya yang bernama Zhu Di (puta keempat Zhu Yuanzhang). Zhu Di,
yang sebelumnya bergelar Pangeran Yan, membawa tentaranya menuju ibukota dan
berhasil menguasainya. Kaisar Jianwen lalu menghilang tak tentu rimbanya. Ada
yang mengatakan bahwa ia melarikan diri dengan menyamar sebagai seorang biksu.
Zhu
Di mengangkat dirinya sebagai Kaisar Yongle (1403-1424) yang berarti
“Kebahagiaan Abadi”. Pelayaran samudra merupakan salah satu hal yang patut
dibanggakan pada masa Dinasti Ming. Kaisar Yongle telah memerintahkan Admiral
Zheng He untuk mengadakan pelayaran ke selatan menuju negeri-negeri yang jauh.
Ia berhasil berlayar sejauh Afrika (Mongadishu dan Malindi), Kalkuta, dan
Kolombo jauh sebelum Bangsa Baratberhasil mencapainya. Pembahasan lebih lanjut
mengenai pelayaran muhibah Zheng He akan dicantumkan pada bagian khusus di
bawah ini.
Yongle
digantikan oleh putar tertuanya, Hongxi (1425), yang hanya memerintah setahun.
Kaisar bertubuh gemuk dan sakit-sakitan ini tidak begitu tertarik dengan
kemiliteran. Meskipun demikian, ia adalah seorang penguasa yang manusiawi serta
memiliki kecakapan dalam administrasi pemerintahan. Hongxi meninggalkan 10
putra dan 7 putri. Istrinya, Ratu Zhang yang hidup hingga tahun 1422, menjadi
sangat berkuasa.
Pengganti
Hongxi adalah cucu Yongle yang bernama Zhu Zharing (gelar: Xuande, memerintah
1426-1435). Ia dikatakan sebagai seorang penguasa yang sempurna karena piawai
dalam bidang kemiliteran, administrasi pemerintahan, dan seni. Keahliannya
dalam bidang militer itu diwarisi dari kakeknya, Yongle. Masa pemerintahan
Xuande boleh dikatakan cukup stabil. Kemakmuran dan kesenian berkembangpesat.
Pertikaian dan intrik dalam istana berhasil diredamnya dengan mendengarkan
saran putra menteri dan pejabat bijaksana yang diwarisi dari kakek serta ayahnya.
Sebagai seorang reformis, Xuande berusaha memerangi ketidak-adilan, menentang
hukuman mati, serta mendorong dihapuskannya hukuman kurungan bagi orang miskin
yang tak mampu membayar utang-utangnya. Barangkali, kesalahan terbesar yang
dilakukan Xuande adalah andilnya dalam meningkatkan kekuasaan kaum Keberi,
dimana ia mendirikan sekolah khususnya bagi mereka dan mengangkat mereka
sebagai penasihat militernya. Selain itu, ia juga sering memerintahkan para
kasimnya untuk mencari benda-benda aneh, seperti batu-batu berharga,
benda-benda langka atau mewah, dan bahkan cengkerik aduan yang selalu menang.
Kaum Keberi diutusnya diutusnya pula mencari gadis-gadis Korea yang terkenal
kecantikannya untuk dijadikan selir.
Xuande
adalah kaisar pertama Dinasti Ming yang sungguh-sungguh melindungi seni. Bahkan
ia sendiri merupakan seorang seniman berbakat. Sebagai seorang pecinta dan
pelindung seni, dikumpulkannya para seniman berbakat dari seluruh penjuru
negeri serta memerintahkan mereka untuk menghiasi makam-makam leluhurnya dengan
karya seni yang indah. Ketika Xuande wafat, sepuluh orang selir ikut dikuburkan
bersamanya. Penggantinya, Zhu Qizhen, adalah putranya dengan istri keduanya
yang bermarga Sun.
Zhu
Qizhen naik jtahta dengan gelar Zhengtong pada tahun 1436 saat berusia 8 tahun.
Karena usianya yang masih belia itu, neneknya yang bermarga Zhang (janda
Hongxi) memegang tampuk kekuasaan sebagai wali dengan dibantu oleh tiga orang
menteri bijaksana. Administrasi pemerintahan saat itu boleh dikatakan baik.
Qizhen yang menjadi pihak kesayyangan ayahnya ini, merupakan seseorang yang
cerdas. Sejarah mencatat bahwa ia memiliki ukuran kepala bagian atas yang
besar, sehingga memerlukan topi yang khusus.
Sementara
itu, bangsa Mongol yang dahulu diusir oleh Zhu Yuanzhang ke utara, kini menjadi
kuat kembali. Mereka menyatukan dirinya di bawah Esen khan. Kaisar Zhengtong
pada tahun 1449 melakukan kesalahan fatal dengan mengikuti bujukan gurunya,
seorang kasim bernama Wang Zhen, untuk menyerang Esen Khan. Meski memiliki pasukan
berjumlah setengah juta orang, namun perbekalan dan persenjataan mereka sungguh
buruk. Banyak yang mati karena kelaparan saat sedang berbaris ke utara sehingga
sisanya dengan mudah dibantai oleh bangsa Mongol. Zhengtong yang tidak sempat
melarikan diri ditawan oleh mereka.
Sebagai
penggantinya, diangkatlah adik Zhengtong yang bernama Zhu Qiyusebagai
kaisarbaru dengan gelar Jingtai (1450-1457). Ia merupakan seorang pengusa yang
lemah; namun berkat jasa para mentrinya, ibukota berhasil dipertahankan dari serangan
Esen Khan. Meskipun dijadikan tawanan, Zhengtong diperlakukan dengan baik dan
menjadi sahabat Esen Khan. Dengan mengangkat kaisar baru, pihak China telah
berhasil menurunkan nilai penting bekas kaisarnya yang disandra bangsa Mongol
itu. Ketika dibebaskan setahun kemudian, pihak Ming hanya mengirimkan tandu
biasa beserta dua ekor kuda untuk menjemputnya. Setibanya mkembali di istana,
zhengtong ditempatkan sebagai tahanan rumah dan terasing sama sekali dari dunia
luar. Ini berlangsung selama enam setengah ntahun hingga sakit kerasnya Jingtai
dan mengangkat kembali Zhengtong sebagai kaisar. Jingtai wqafat tidak lama
setelah itu, barangkali karena disiksa oleh para kaum pemberontak. Segera
setelah menduduki singgasananya kembali, Zhengtong yang saat itu telah
mengganti gelarnya dengan Tianshun melakukan gerakan pembersihan. Ia menggunakan
jasa kaum Keberi dan membentuk dinas rahasianya sendiri untuk memata-matai dan
menemukan orang yang berniat menentangnya. Selama masa kekacauan pada era
1450-1n itu, lebih dari 1.500.000 orang telah terbunuh atau terusir dari tempat
kediamannya.
Putra
tertua Zhengtong, Chenghua (memerintah: 1465-1487) diangkat sebagai pengganti
ayahnya. Usianya baru berumur 20 bulan ketika ayahnya ditawan oleh bangsa
Mongol. Ia dicabut haknya sebagai pewaris tahta dan dijadikan tahanan rumah di
istanya sendiri, namun dipulihkan kembali kedudukannya sebagai puta mahkota
tatkala usianya belum genap 10 tahun, yakni saat ayahnya berkuasa kembali.
Chenghua memiliki kepribadian lemah, peragu, dan agak gagap ketika bicara.
Kaisar itu juga dikenal sebagai penggemar seni music dan pertunjukan. Ia
tersohor pula sebagai seorang ahli kaligrafi dan pelukis yang handal. Saat naik
tahta, ibunya serta Ratu Qian, permaisuri Zhengtong, berebut kedudukan sebagai
wali, dan pada masa akhir penerintahannya, kekuasaan didominasi oleh selirnya
bernama Wan Guifei.
Suatu
dewan yang beranggotakan 12 orang akhirnya diangkat sebagai wali semasa awal
pemerintahankaisar ini. Mereka melakukan reformasi dan pembenahan terhadap
kesalahan rezim pemerintahan sebelumnya. Orang yang telah dihukum secara tidak
adil dibebaskan dan bantuan diberikan pada rakyat yang kelaparan akibat bencana
alam. Bidang militer juga diperkuat oleh mereka sehingga kini kekuasaan Dinasti
Ming dapat menggulingkan bangsa Mongol dan Jurchen. Dinasti Ming menjadi
disegani oleh Negara-negara tetangga di sekitarnya. Pasukan pengawal istana
yang beranggotakan 10.000 orang talah direorganisasi kembali, di mana
masing-masing divisinya dikomandani oleh seorang Keberi yang juga bertanggung
jawab atas masalah persenjataan bawahannya. Tembok besar sebagai benteng
pertahanan juga dibangun kembali sepanjang 5.000 km.
Belakangan
kekuasaan jatuh ke tangan seorang selir bernama Wan Guifei. Isteri pertama
Chenghua telah diturunkan dari kedudukannya karena memukul selir ini. Wan yang
anaknya sendiri meninggal merupakan seorang yang berhati iri dan dengki. Ia
membunuh anak selir-selir lainnya agar mereka tidak mendapatkan kesempatan
menjadi pewaris tahta. Chenghua membiarkan saja sepak terjang selirnya itu
hingga kekuasaannya semakin menjadi-jadi. Ia beserta Liang Fang, kasim
kesayangannya, dan Wang Zhi, kepala kaum Keberi, mulai memerah negeri itu
habis-habisan. Mereka mlakukan penyalah gunaan kekuasaan dengan memperjual belikan
kedudukan di istana serta mengumpulkan secara paksa berbagai benda berharga
dari seluruh penjuru negeri. Tanah yang mereka kuasai dan rampas semakin luas
saja.
Prihatin
dengan pembunuhan putra-putra selir tersebut, istri pertama Chenghua
menyembunyikan puta yang dilahirkan oleh seorang selir lainnya dan lima tahun
kemudian, ketika Chenghua mengeluhkan adanya keturunan yang hidup baginya,
putra itu dihadapkan dan diserahkan kembali padanya. Mengetahui hal itu, Wan
yang berhati dengki tidak dapt melakukan apa-apa, selain memerintahkan agar ibu
anak itu dibunuh.
Kekuasaan
penuh angkara Wan Guifei beserta kaum Keberi yang jahat itu harus berakhir
setelah naik tahtanya Hongzhi (memerintah: 1488-1505), putra yang disembunyikan
dari ancaman pembunuhan Wan itu. Ia merupakan salah seorang penguasa terkemuka
Dinasti Ming yang terkenalkarena kebijakannya. Hongzhi merupakan satu-satunya
penguasa Dinasti Ming yang hanya memiliki satu istri saja. Begitu naik tahta,
dilakukan pembersihan terhadap pejabat korup termasuk Liang Fang serta memecat
3.000 pejabat yang memperoleh kedudukannya melalui suap. Sebagai seorang
penganut Konfusianismme yang teguh, ia mendengarka saran-sarn Dewan
Penasehatnya. Kaisar bijaksananya ini dikenal cermat dalam urusan kenegaraan.
Oleh karena itu, semasa pemerintahannya Negara berada dalam keadaan stabil dan
harmonis.
Zhengde
(memerintah: 1506-1521) merupakan penguasa Dinasti Ming berikutnya yang menjadi
putra kesayangan ayahnya (Hongzhi). Saat menjelang kematiannya, Hongzhi baru
menyadari kelemahan putranya ini dan memohon pada Dewa Penasehat agar
membimbing dan menjaga putranya tersebut. Ia mengatakan bahwa Zhengde
sebenarnya cerdas hanya saja terlalu gemar bersenang-senanga dan malas.
Kekawatiran Hongzhi ini menjadi kenyataan, karena Zhengde ternyata tidak
menyukai urusan kenegaraan, tatacara istana, serta para penasehatnya yang
kolot. Ia menghabiskan waktunya waktunya untuk bersenang-senang, menunggang
kuda, memanah, berburu, dan mendengarkan music. Istana dipenuhinya dengan para
petarung, pemain acrobat, dan tukang sulap. Kekuasaan jatuh kembali ke tangan
kaum Keberi, dan kaisar bahkan bermain-main sebagai pedagang dalam
pasar-pasaran yang diselenggarakan oleh para kasim di istana. Para pejabat yang
khawatir dengan keadaan ini, mencoba menyingkirkan kaum Keberi pada tahun 1506,
tetapi gagal. Zhengde tertarik dengan segala sesuatu yang berbau Tibet. Ia
membangun sebuah kuil baru dikompleks istananya bagi para Lama. Terkadang ia
mengenakan pakaian Tibet dan upacara pemakaman ibunya dipimpin oleh para biksu
Tibet. Kaisar Dinasti Ming yang merupakan penggemar wanita dan arak, dimana ia
sering mabuk selama berhari-hari. Selain itu, Zhengde juga gemar menyelinap
secara diam-diam ke luar istana guna mengunjungi rumah-rumah pelacuran yang ada
di kota. Peristiwa terpenting yang terjadi pada masa pemerintahan kaisar ini
adalah pemberontakan yang diterbitkan seorang pangeran di Ningxia pada tahun
1510 yang diikuti dengan dua tahun masa kekacauan di Sichuan. Pada masa akhir
pemerintahannya, kaisar banyak melakukan pemborosan dengan melakukan perjalanan
keliling negeri yang menghabiskan pembendaharaan Negara. Sekembalinya dari
perjalanan terakhirnya, kaisar muntah darah dan jatuh sakit. Tiga bulan
kemudian ia meninggal.
Zhengde
tidak mempunyai seorang putra pun, sehingga singgasana Dinasti Ming terpaksa
dialihkan kepada putra angkatnya yang naik tahta dengan gelar Jiajing
(1522-1567). Kaisar baru ini merupakan keturunan putra bungsu Chenghua dengan
seorang selir yang berasal dari Huangzhou. Berbeda dengan kaisar-kaisar Dinasti
Ming lainnya, Jianjing merupakan seorang penganut Daoisme yang fanatic. Ia
begitu teropsesi untuk menemukan obat untuk hidup abadi. Sejumlah uang mengalir
kekeagamaan yang berlangsung selama 12 jam, dimana naskah-naskah do’a yang
dipergunakan dalam ritual itu ditulis dengan emas. Sesuadah upacara usai, para
penyalin naskah doa dengan gembira mengumpulkan serbuk-serbuk emas yang
tertinggal di kuas-kuas mereka.
Pada
tahun 1542,nyawa Jianjing berhasil diselamatkan dari usaha pembunuhan oleh para
selirnya. Delapan belas selir berusaha mencekiknya dengan tali ketika sedang
tidur. Namun, usaha itu gagal karena mereka telah menarik simpul yang salah dan
di samping itu salah satu gadis telah membocorkan rencana itu kepada ratu. Seluruh
pelaku usaha pembunuhan itu kemudian dijatuhi hukuman mati. Kendati obsesi
Zhengde pada Daoisme sedikit banyak telah menyebabkannya mengabaikan urusan
kenegaraan, untungnya ia berhasil memilih dan mengangkat menteri-menteri yang
berkapabilitas tinggi serta setia. Bahkan dengan dukungan ibu suri dan
Sekretaris Agung Negara, ia membersiihkan istana dari cengkraman kaum kasim
yang korup. Disitanya harta kekayaan mereka, yang dari seorang kasim saja dapat
mencapai 70 peti emas dan 2.200 peti perak.
Masa
pemerintahan Jianjing yang berlangsung cukup lama ini memberikan kestabilan
bagi China. Meskipun demikian, pertahanan Negara dapat dikatakan sangat lemah.
Bangsa Mongol di utara yang saat itu dipimpin oleh Altan Khan (1507-1582) telah
menyusun kekuatannya kembali, dan pada tahun 1542 dengan penuh keberanian
menyeranng China. Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan serangan itu tidak
sedikit;200.000 orang dan jutaan hewan ternak menjadi korban. Sementara itu, di
pantai sebelah tenggara, bajak laut Jepang menjadi semakin ganas dan melakukan
perampokan terhadap provinsi-provinsi China yang berbatasan dengan pantai.
Longqing
(1567-1572) yang merupakan pengganti Jianjing, sesungguhnya tidak begitu
disukai oleh ayahnya, yang telah memilih puta selir lainnya. Namun, karena
pertimbangan Longqing yang lebih tua usianya, akhirnya ia tetap diangkat
menjadi kaisar yang baru. Pengusa Dinasti Ming yang naik tahta pada usia 29
tahun ini begitu berpengalaman dalam urusan kenegaraan. Sebagai penguasa yang
lemah, tak sedikitpun ia tertarik terhadap urusan negara. Saat mengikuti siding
kenegaraan, kaisar lebih banyak berdiam diri. Ia hanya mementingkan
bersenang-senang saja. Meskipun demikian, Longqiing sanggup memperbaiki kesalah
pendahulunya, seperti menggembalikan nama baik orang yang telah dihukum secara
tidak adil oleh rezim sebelumnya serta mengusir para pendeta Daois dari istana.
Berkat menterinya yang cendekia bernama Zhang Zhuzheng, perjanjian perdamaian
berhasil dilakukan dengan Altan Khan, yang bersedia menerima status sebagai
negara vassal (negara taklukan). Selain itu, gangguan para bajak laut Jepang
juga berhasil diatasi.
Kaisar
Dinasti Ming berikutnya adalah Wanli (1573-1620). Pada masa kekuasaannya,
transformasii China menuju negara modern dimulai. Hasil pertanian dari Amerika,
seperti jagung, kentang manis, dan kacang, mulai dikenal dan jumlah penduduk
meningkat menjadi lebih dari 100 juta jiwa atau bertam,bah dua kali lipat
dibandingkan awal berdirinya Dinnasti Ming. selain itu, Dinasti Ming terkenal
pula dengan keramiknya yang diekspor seantero penjuru dunia. Pada berbagai
belahan bumi, kita dapat menjumpai sisa-siasa keramik dari zaman dinastii ini. Wanli
yang memerintah selama kurang lebih 47 tahun, merupakan penguasa China yang
memerintah selama setelah Han Wudi. Ia merupakan putra ketiga Longqing dan naik
tahta saat baru berusia 10 tahun. Bidang pendidikan juga berkembang pesat
semasa kekuasaan kaisar Wanli. Kota-kota besar seprti Beijing, Nanjing, Suzhou,
dan Hangzhou menjadi pusat kegiatan intelektual. Karya sastra baik yang berupa
novel maupun ensiklopedia banyak bermunculan pada zamannya.
Pada
mulanya, pemerinjtahan Wanli dapat dikatakan baik karena didukung oleh
menteri-menteri yang cakap dan loyal, termasuk Zhang Zhuzheng (yang telah
mengabdi semenjak pemerintahan kaisar sebelumnya). Efisiensi dan kedisiplinan
dalam administrasi pemerintahan berhasil dibangkitkan kembali. Tetapi setelah
kematian Zhang, Wanli mulai menarik diri dari pemerintahan. Ia jarang
menghadiri siding-sidang di istana dan membiarkan menteri-menteri danj para
duta-duta asing menghadap tahta kosong. Urusan pemerintahan menjadi
terbengkalai. Perseteruan dengan bangsa Mongol timbul kembali, di mana pada
tahun 1560 mereka berhasil merebut Qinghai. Selain itu, terjadi permasalahan
serius dengan suka minoritas di bagian barat daya. Pasukan terpaksa dikirim ke
Burma untuk mmemadamkan pemberontakan di sana yang terjadi antara tahun
1599-1600.
Bangsa
Jepang di bawah pimpinan Toyotomi Hideyoshi (1536-1598) berhasil menaklukkan
Korea – negara protektorat China – sehingga menimbulkan perang dahsyat selama
lima tahun (1593-1598) guna mengusir mereka. Kendati dimenangkan oleh Dinasti
Ming, ekspedisi militer ini menelan biaya sangat besar yang menghabiskan devisa
negara. Meskipun jumlah pasukan telah dilipatgandakan semenjak abad ke-14,
organisasi mereka sangat buruk dan tidak efisien. Prajurit direkrut dari
kalangan bawah yang tidak berpengalaman sedikitpun dalam bidang kemiliteran.
Keuangan negara semakin memprihatinkan dan itu semua masih dibebani oleh
kehiduupan Wanli yang sangat boros. Untuk mengatasi masalah keuangan yang
semakin menjadi-jadi, kaisar membuka kembali tambang pperak pada tahun 1594
serta menarik pajak yang berat dari rakyat.
Kaisar
berikutnya, Taichang, hanya sempat memerintah selama sebulan saja (1620). Ia
wafat tidak lama setelah mmemerintah. Ada dugaan bahwa ia diracun oleh salah
seorang selirnya yang bermargga Zheng beserta komplotannya. Putra Taichang
kemudian naik tahta dengan gelar Tianqi (1621-1627). Penguasa Dinasti Ming ini
merupakan seorang buta huruf, namun sangat terampil dalam pertukangan.
Sumber-sumber sejarah China menyatakan bahwa ia sama sekali tidak berminat
untuk belajar membaca dan menulis, tetapi sesekali menyibukkan diri didalam
bengkel kerjanya, ia akan mmelupakan makan dan minum.
Urusan
kenegaraan diabaikannya dan ia menyerhkan kekuasaan pada seorang Keberi bernama
Wei Zhongxian yang kemudian melakukan banyak kekejaman. Ia membentuk suatu
dinas rahasia guna memata-matai orang yang menentangnya. Para pejabat saat itu
diangkat hanya berdasar kesetiaan terhadap kasim tersebut. Menghadapi kondisi
pemerintahan yang memprihatinkan itu, beberapa pejabat pada tahun 1624 berupa
untuk memulihkan kembali pemerintahan yang baik dengan menggulingkan Wei, namun
gagal. Pemimpin mereka yang digelari Enam Pahlawan disiksa dan dihukum mati.
Sedangkan para pendukung gerakan ini yang berjumlah 700 oarang disingkirkan dan
diasingkan dari istana. Kaisar hanya tinggal diam menyaksikan peristiwa ini,
sehingga rakyat menganggap bahwa Dinasti Ming telah kehilangan pamornya.
Tianqi
digantikan oleh adiknya yang naik tahta dengan gelar Chongzhen (1628-1644). Ia
sekaligus Kaisar Ming yang terakhir. Saat itu kerajaan dalam keadaan
kacau-balau, namun ironisnya intelektualisme justru bangkit semasa
pemerintahannya dan bahkan dua orang imam Yesuit, Johann Adam von Schall dan
John Schreck diberi kesempatan untuk mmemperbaiki penanggalan. Bencana kelapan
yang terjadi pada tahun 1628 makin memperlemah kekuasaan pemrintahan pusat.
Karena kemiskinan yang makin mendera rakyat, tingkat kriminalitas semakin
meningkat. Para bandit mmerajalela diseluruh penjuru negeri. Pemberoontakan
juga timbul dimana-mana. Yang terpenting diantaranya dipimpin oleh Li Zicheng
yang akan kita pada bagian selanjutnya.
Sementara
itu, menjelang akhir Dinasti Ming, Bangsa Manchu di utara menjadi bertambah
kuat. Pemimpin mereka, Nurhachi beserta putranya Abahai, berhasil merebut
Liaoning pada awal abad ketujuh belas. Setelah merasa cukup kuat, mereka
mendirikan dinasti sendiri yang diberi nama Qin (1626).
2.2 Runtuhnya Dinasti Ming
Abahai
kini berniat untuk menaklukkan China bagian utara. Pada tahun 1640, ia
menyerang Jinzhou dengan kekuatan besar. Untuk menghadapi serangan itu, Dinasti
Ming memerintahkan Hong Chengchou (Komandan pasukan di Liaodong) serta delapan
orang Jendral, termasuk Wu Sangui, untuk mempertahankan kota. Selainitu, pihak
Ming juga mengerahkan 130.000 pasukan untuk membela kedaulatan wilayahnya.
Namun, Abahai berhasil menghancurkan lebih dari 50.000 pasukan China serta
melumpuhkan pertahanan Dinasti Mimg. Jinzhou akhirnya jatuh ke tangan bangsa Manchu
dan pada tahun 1647 Hong berhasil ditawan oleh mereka. Namun, ia diperlakukan
dengan baik dan penuh dengan rasa hormat, sehingga Hong kemudian bergabung
dengan angkatan perang Manchu.
Wilayah
Abahai kini bertambah luas hingga mencapai celah di Tembok Besar (Shanhaiguan),
tatapi ia memutuskan untuk tidak terlibat konfrontasi langsung dengan pasukan
Ming yang kuat di daerah itu. Ia lebih memilih untuk mengalihkan serangannya ke
Manchuria Utara, dan pada tahun 1643, seluruh daerah itu telah berada
digenggaman tangannya. Meskipun demikian, kesehatan Abahai turun dengan drastis
dan wafat pada usia 51 tahun. Putranya yang baru berusia enam tahun, Fulin,
dipilih untuk menggantikannya dengan dibantu oleh Jirgalang (sepupu Nurhaci)
dan Dorgan (putra ke empat belas Nurhaci) sebagai walinya. Gelar Fulin setelah
menjadi kaisar adalah Shunzi (1644-1661).
Semasa
kekaisaran Ming terakhir (Chongzhen), ancaman tidak hanya dari bangsa Manchu
saja, melainkan juga oleh pemberontakan yang melanda diri sendiri.
Pemberontakan tterpenting dipimpin oleh Li Zicheng, yang berhasil merebut
Beijing, ibu kota Dinasti Ming pada tanggal 25 April 1644. Li lalu menyatakan
dirinya sebagai kaisar dan mendirikan dinasti baru, Xun. Sebelumnya, Dorgan
telah berusaha menjalin hubungan dengan beberapa pemimpin pemberontakan itu,
manun sebelum persekutuan anatar keduanya berhasil dijalin, Li Zicheng telah
terlanjut merebut ibukota. Kaisar Chongzhen menggantung dirinya ppada sebaranng
pohon dan bersama dengan kematiannya itu, berakhirlah Dinasti Ming. Jendral Wu
Sangui yang ditugaskan menjaga perbatasan masih setia pada Dinasti Ming dan ia
sebelumnya memang telah dipanggil pulang untuk menyelamatkan ibukota.
Mengetahui ibu kota telah jatuh, diputuskannya untuk meminta pertolongan pada
bangsa Manchu yang saat itu dipimpin Shunzhi guna mengusir Li.
Wu
membuka gerbang
Shanhaiguan yang sedang dipertahankannya, dan mempersilahkan pasukan Manchu
untuk memasukinya. Bahkan, ia menyambut Dorgan secara pribadi. Mereka kemudian
sepakat untuk bersama-sama menyerang Li. Ketika pasukan Manchu telah semakin
mendekati Beijing, Li memutuskan untuk melarikan diri kea rah barat yang sebelumnya
membakar sebagian istana
kekaisaran. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 4 Juni 1644. Sehingga, dinasti
yang didirikan Li hanya sempat bertahan selama sebulan lebih saja. Dua hari
kemudian atau tepatnya tanggal 6, pasukan Manchu berbaris memasuki ibukota.
Ternyata setelah Li berhasil
diusir, bangsa Manchu tidak bersedia meninggalkan China. Mereka malah
memindahkan pusat pemerintahan mereka dari Mukden ke Beijing, sehingga demikian
berawallah kekuasaan Dinasri Qing di China.
2.3 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Semasa Dinasti Ming
Kaisar
Hongxi yang tertarik dengan astronomi telah berhasil mengenali adanya bitik
matahari jauh sebelum bangsa Barat mengenalnya. Ini tampak nyata pada lukisan
yang berasal dari tahun 1425.
Selama
masa pemerintahan Dinasti Ming, pengamatan terhadap gerhana matahari total
dapat dijumpai dalam catatan-catatan sejarah provinsi. Salahh satu di antara
catatan itu berasal dari tanggal 20 Agustus 1514, yang berbunyi:
Pada
jam wu, tiba-tiba matahari mengalami gerhana total. Binatang-binatang mulai
tampak dan suasana saat itu sungguh gelap. Segala sesuatu tidak dapat dilihat
dari jarak yang lebih jauh dibandingkan sejangkauan tangan. Hewan-hewan
domestik dan manusia merasa takut. Namun, dua jam kemudian keadaan menjadi
terang kembali (cacatan sejarah lokal daerah Dongxiang, Provinsi Jiangxi).
Kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan Dinasti Ming juga ditunjang oleh kedatangan para
Yesuit. Atas permintaan Matteo Ricci, didatangkan seorang ahli bintang yang
bernama Sabbation De Ursis pada tahun 1606 ke Beijing. Ketika ahli-ahli
astronomi kerajaan melakukan kekliruan dalam mramalkan suatu gerhana matahari,
pada tahun 1611, kaum Yesuit itu diminta untuk melakukan parbaikan terhadap
penanggalan serta menerjemahkan buku-buku Barat mengenai astronomi dan
matematika. Penerjemahan ini dilakukan De Ursis dengan bantuan Paul Xu (Xu
Guanqi (1562-1633), seorang sastrawan Tionghoa yang telah menganut agama
Kristen dan menjadi murid Matteo Ricci).
Salah
satu karya Barat yang diterjemahkan adalah risalah matematika karangan Euklides
yang tersohor itu. Penanganan observatorium kerajaan lalu diserahkan ke tangan
kaum Yesuit tersebut. Tokoh Yesuit penting lain yang memberikan sumbangsih bagi
ilmu pengetahuan Dinasti Ming adalah Johann Adam Schall. Ia membantu penyusunan
penanggalan dan selain itu mengajar bangsa Tionghoa cara pembuatan merian.
Setelah Dinasti Ming jatuh, Schall diangkat oleh Sunzhi, kaisar Dinasti Qing
yang pertama, sebagai direktur observatorium kerajaan Peking. Ketika terjadi
penangkapan terhadap imam-imam Katolik pada tahun 1664, Schall juga ikut ditangkap,
namun kemudian dibebaskan dan meninggal dunia pada tahun 1666.
Ensklopedia
dalam bidang teknik dan ilmu pengetahuan banyak pula dihasilkan semasa Dinasti
Ming. Pada tahun 1615, terbitlah suatu karya berjudul Gongbu changku xuzhing
(Apa yang Orang Perlu Ketahui Mengenai Perbengkelan dan Pergudangan Pada
Kementrian Pekerjaan Umum). Buku ini merupakan informasi yang kaya bagi sejarah
perkembangan teknik di China. Menyusul kemudian terbitlah Tiangong kaiwu pada
tahun 1637 yang berisikan pambahasan mengenai teknik pertanian, pemintalan,
pembuatan keramik, pengecoran besi atau baja, transportasi air, produksi
senjata, kuas, serta kertas. Kedua karya ini sama-sama dihiasi dengan banyak
gambar.
Wang
Zheng (1571-1644) menulis buku yang mengulas mengenai seluk-beluk peralatan
militer serta hidrolis. Bekerja sama dengan seorang imam Yesuit bernama Johann
Schreck, dihasilkan suatu karya yang mengupas mesin-mesin Barat dengan judul
Yuanxi qiqi tushuo (Penjelasan Bergambar Mengenai Mesin-mesin Aneh dari Barat).
teknik pertanian tidak luput pula dari perhatian para sarjana. Pada masa akhir
Dinasti Ming, terbit pula berbagai buku mengenai pertanian, seperti Nongshu
karya Ma Yelong (1490-1571); Shengshi Nongshu mengenai metode-metode pertanian
di Zhejiang Utara; Nongpu Liushung tentang pertanian serta pertamanan; dan yang
terpenting dari semua itu adalah Nongzheng quanshu (1636) karya Xu Guanqi yang
membantu Matteo Ricci menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Barat,
sebagaimana yang telah kita singgung di atas Karya Xu yang merupakan murid
Matteo Ricci ini merupakan ensklopedi teknik-teknik pertanian sejati dalam
sejarah China.
2.4 Perkembangan ilmu Pengobatan Semasa Dinasti Ming
Li Shizhen (1518-1593)
adalah tabib terkenal yang hidup semasa Dinasti Ming. Hasil karyanya yang
terpenting adalah Materia Medica (Bencao Gangnu) dalam 52 jilid, yang memuat
penjelasan mengenai 1.892 obat Tionghoa (baik berupa tumbuhan, hewan, maupun
mineral) serta memiliki lebih dari 1.000 ilustrasi. Selain itu, diulas pula di
dalamnya berbagai gejala penyakit Karya besar ini merupakan intisari
pengetahuan medis China kuno selama 200 tahun terakhir. Dua puluh tujuh tahun
masa hidupnya diabdikan untuk menyusun ensiklopedi ini. Tidak jarang ia harus
bepergian ke gunung-gunung serta tempat-tempat terpencil demi mempelajari dan
mengumpulkan contoh bahan obat-obatan. Pada perkembangan selanjutnya, karya ini
juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, termasuk beberapa bahasa Barat.
Ii Shizhen sendiri berasal dari keluarga
tabib. Semenjak kecil, ia telah mengagumi pekerjaan sebagai tabib yang sanggup
menyelamatkan banyak nyawa, sehingga bercita-cita pula untuk menjadi tabib
seperti ayah dan kakeknya. Meskipun demikian, ayahnya menginginkan agar Li
mengikuti ujian negara dan menjadi pejabat. Tetapi setelah tiga kali mengalami
kegagalan dalam ujian negara, ayahnya mengizinkan Li untuk mempelajari
pengobatan, dan dengan segera ia menjadi tabib terkenal. Dari hasil
pengamatannya terhadap literatur pengobatan lama, ditemukannya berbagai
kesalahan fatal di dalamnya, sehingga inilah yang mendorong Li untuk menyusun Materia Medica yang tersohor itu.
2.5 Perkembangan Seni Semasa Dinasti Ming
Novel-novel terkemuka
yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa merupakan produk utama zaman
Dinasti Ming. Bahkan dewasa ini, banyak dari novel tersebut yang masih digemari
orang dan telah diangkat ke layar lebar, seperti Kisah Tiga Negara (Sanguo Yanyi), Perjalanan ke Barat (Xiyouji,
Hokkian: See You Kie), Kisah Tepi Air (Suihuquan, Hokkian: Shui Hu Thoan), Penganugerahan
Dewa (Fengshen, Hokkian: Hong Sin), dan lain sebagainya.
Kisah Tiga Negara merupakan novel sejarah yang
ditulis berdasarkan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadipada Zaman Tiga
Negara dengan dibumbui berbagai kisah dramatis. Pengarangnya adalah Lo
Guanzhong, yang hingga saat ini masih belum dapat ditentukan dengan pasti kapan
kurun waktu kehidupannya. Novel berikutnya yang tidak kalah menariknya adalah
Perjalanan ke Barat. Begitu membaca atau mendengar judulnya,
Para pembaca pasti teringat pada
tingkah-polah nakal seekor kera sakti bernama Sun Wugong (Hokkian: Sun Go
Kong). Novel ini rnerupakan karya seorang sastrawan bernarna Wu Chengen (±
1510-1580) dan di ubah berdasarkan perjalanan Xuanzang ke India untuk mengambil
kitab-kitab Buddhis (lihat kembali bab 11 subbab.K.1). Tentu saja aslinya
perjalanan ke India itu tidak disertai oleh Sun Wugong, siluman babi, dan
siluman air. Wu Chengen terlahir pada keluarga sederhana dan pernah memangku
jabatan sebagai pejabat. Setelah meletakkan jabatan. ia hidup dari menulis. Ia
juga merupakan seseorang yang gemar rnembaca, terutama kisah-kisah jenaka.
Novel-novel hasil karyanya telah menjadikannya terkenal.
Kisah tepi Air
mengisahkan tentang 108 pendekar Gunung Liang (Liangshan). Mereka adalah kaum
yang menjadi korban fitnah serta tirani orang lain. Ada yang istrinya direbut
oleh seorang jagoan dan tidak dapat memperoleh keadilan dari pihak berwenang.
Terdapat pula petani yang mengalami tindakan semena-mena serta tidak juga
mendapatkan keadilan, Atau seorang gagah perkasa yang gemar membela mereka yang
tertindas. Sosok-sosok semacam ini kemudian bergabung menjadi satu di Gunung
Liang dan memerangi ketidak-adilan.
Salah satu tokoh yang tidak asing adalah Wu Song, seorang jagoan yang pernah
rnembunuh harimau dengan tangan kosong.
Novel Penganugerahan Dewa tidak jelas siapa
pengarangnya. Isinya mengisahkan tentang pertempuran meruntuhkan. Dinasti Shang
serta pendirinya Dinasti Zhou yang banyak dibantu oleh orang-orang sakti. Di dalamnya dapat kira jumpai tokoh-tokoh
seperti Jiang Ziya, Li Jing, dan Nazha dengan roda-apinya. Bahkan hingga saat
ini, rakyat Tionghoa menyegani Jiang Ziya, di mana mereka menempelkan jimat di
pintu rumahnya yang berfuliskan: "Jiang Ziya berada di sini", guna
menolak iblis-iblis jahat. Memang Jiang Ziya menurut novel tersebut telah
menganugerahkan gelar kedewaan pada arwah panglima perang, pertapa, dan
orang-orang sakti yang gugur dalam peperangan menumbangkan Dinasti Shang itu,
sehingga disegani para dewa serta makhluk halus. Karya-karya sastra Dinasti
Ming lainnya berupa cerpen dan drama, seperti kisah Sebuah Kecapi (Bibaji),
yang mengisahkan seorang istri mencari suaminya.
Karya seni arsitektur
terkemuka Dinasti Ming tampak pada bangunan kuil Surgawi, tempat kaisar
mengadakan upacara penghormatan pada langit (tian)_ Kuil pemujaan ini dibagi
rnenjadi tiga bagian yang masing-masing berorientasikan arah utara-selatan,
yakni: Kuil Pemujaan tahunan, tempat kaisar berdoa memohon panen yang baik
(ritual ini diawali semenjak zaman Dinasti Zhou, lihat bab 4 subbab K); Kuil
Alam Semesta, tempat meletakkan pagan pemujaan bagi langit dan leluhur; dan
Altar Langit suatu panggung berbentuk lingkaran yang dikelilingi pembatas
berbentuk segiempat atau dilambangkan peribahasa Tionghoa yang berbunyi: 'Langit
bulat dan bumi persegi". Altar ini memiliki tiga tingkat dan masing-masing
jurniah anak tangga ataupun tiang semuanya dibuat kelipatan sembilan, yakni
angka yang melambangkan kekaisaran.
Selama upacara yang berlangsung dua hari,
seluruh aktivitas di Beijing praktis terhenti. Seluruh pintu dan jendela
ditutup saat kaisar beserta rombongan berbaris Baris dari istana terlarang
menuju ke kuil itu. Setelah berpuasa dan mengenakan jubah baru, ia menaiki
tangga kuil serta melakukan upacara persernbalryangan. Kaisar menyembah
sembilan kali dan memohon berkah serta perlindungan bagi negerinya.
Istana Terlarang yang tersohor ke seluruh
penjuru dunia merupakan bukti lain keagungan seni arsitektur Dinasti Ming.
Pembangunannya dimulai pada tahun 1406 dengan mengerahkan 200.000 pekerja dan
dihuni pada tahun 1421 oleh kaisar.
Dan keluarga sebelum tembok luar dan
gerbangnya selesai. Istana terlarang ini bagaikan sebuah kota dengan berbagai
bangunan istana beserta berjalan-jalannya, di mana secara keseluruhan terdapat
9.000 ruang mencapai 250 akre. Pemilihan bahan bangunan dan warna, menjadikan
istana ini tampak sangat dramatis dan tidak ada bandingannya sejarah.
Dinasti Ming juga sangat terkenal akan
keramik-keramiknya yang di ekspor ke seantoro penjuru dunia. Kaisar-kaisarnya
sendiri meniadi pelindung bagi industri keramik dengan mendirikan pabrik
keramik kekaisaran di Jingdezhen, Provinsi Jiangxi. Para seniman keramik di
tempat ,menyempurnakan teknik-teknik baru bagi pembuatan barang pecah-belah
yang diperuntukkan bagi kelas atas tersebut.
Kebanyakan keramik yang hasilkan berwarna biru
dan putih dengan ragam hiasnya bercorak naturalistik. Keramik ini dihasilkan
dari campuran antara kaolin (Tanah liat putih) dengan sejenis batu yang
dinamakan petuntse dan dipanggang pada temperatur 1400° C sehingga menjadi
sangat keras. Bahkan baja dikatakan tidak sanggup menggoresnya. Produksi
keramik mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Xuande dan Jiajing. menjadi
lebih berharga ketimbang sutra dan dickspor hingga ke jepang, Asia Tenggara,
serta Timur Dekat.
Dalam bidang seni
lukis, pemerintah Dinasti Ming berupaya menghidupkan kembali kejayaan seni
lukis Dinasti Song. Objek lukisan pada masa itu adalah pemandangan alam atau
hewan. Sebagaimana halnya pada zaman Dinasti Song, lukisan Ming bernuansa
realistik.
Salah seorang pelukis
terkenal pada zaman itu adalah Wang Thengming (1470-1559), yang pada usia 80
tahun melukis pohon sipres di atas batu kirang yang kokoh sebagai perlambang
bagi kekuatan. Di bagian kiri atas lukisan itu, ditulisnya sebait sajak:
“Dihujani oleh salju, dihantam oleh kebekuan, cabang-cabangnya seiring dengan
berlalunya bulan dan tahun menjadi terpelintir dan puncak-puncaknya bengkok,
meskipun ,demikian kekuatannya yang luar biasa tetaplah abadi." Pelukis lainnya,
Qiu Ying (1520-1552), telah menghasilkan lukisan yang menggambarkan para
sarjana sedang mengarnati hasil ujian.
Seni ilustrasi pada buku mengalami
kemajuan pesat semasa Dinasti. Anehnya, pendorong kemajuan ini adalah tidak
adanya hak cipta pada masa itu, sehingga suatu penerbit tidak dapat mencegah
penerbit lain untuk menerbitkan buku yang sama. Oleh karena itu, agar dapat
menang dalam persaingan, para penerbit berlomba-lornba untuk menghiasi buku
terbitannya dengan gambar-gambar agar dapat menarik minat pembaca.
pada zaman itu, mungkin terhadap banyak
versi buku yang sama, tetapi berbeda dalarn hal ilustrasinya.
2.6 Perkembangan Ekonoriti dan Kemasyarakatan Semasa Dinasti Ming
Semasa pemerintahan
Chenghua (1465-1487), terjadi perkembangan yang pesat dalam bidang industri,
seperti sutra yang dihasilkan di Suzhou. Ini menciptakan golongan kaya baru
yang berlomba-lomba dengan kaum bangsawan dalam mengumpulkan benda-benda seni.
Pusat kebudayaan berpindah ke sebelah selatan, yakni ke lembah Sungai Yangzi.
Sementara itu, di desa-desa para petani miskin yang tidak mempunyai tanah
berbondong-bondong ke kota, sehingga terjadi arus urbanisasi.
Mencontek bukanlah tindakan yang patut
diteladani. Tetapi terlepas dari semua itu, bukan hanya siswa atau mahasiswa di
zaman sekarang yang melakukannya demi memperoleh kelulusan dalam ujian. Para
pese ujian pada zaman dahulu menuliskan karya-karya klasik Konfusianisme yang
menjadi bahan ujian pada kemeja bagian dalam mereka. Pada saat mengikuti ujian
negara, para sarjana ditinggalkan seorang diri dalarn ruangan sehingga
memunkinkan mereka untuk melihat contekannya itu.
2.7 Perjalanan Muhibah Zheng He: Perkembangan dalam Navigasi dan Teknik Pembuatan Kapal Semasa Dinasti Ming
Zheng
He berangkat pada tahun 1405 dengan membawa 63 kapal yang memuat 27.870 orang
(jauh lebih banyak dibandingkan dengan pelayaran Columbus). Hal terpuji yang
patut kita teladani di sini adalah meskipun membawa kekuatan besar, tetapi
Zheng He tidaklah berusaha menaklukan atau menjajah negeri-negeri yang
dikunjunginya. Ini tentunya berbeda dengan bangs Barat, di mana penjelajahan
yang mereka lakukan selalu diakhiri dengan penjajahan. Pelayaran samudra ini
mendahului misi pelayaran Columbus dan penjelajah barat lainnya. Misi pelayaran
besar ini, hanya dapat dimungkinkan bila China telah mengembangkan pengetahuan
mengenai navigasi serta pelayaran yang tinggi. Bukti nyata kemajuan teknologi
China dalam bidang pelayaran diperlihatkan oleh sebuah kitab berjudul Wu Pei Chi, yang isinya mengenai
seluk-beluk pelayaran China Kuno. Kitab itu juga mencatat pula posisi
bintang-bintang petunjuk arah serta informasi geografis daerah-daerah asing,
seperti letak, keadaan alam, dan lain sebagainya.
Bintang
kutub memiliki arti penting bagi bangsa Tionghoa serta merupakan dasar bagi
astronomi China. Bintang ini dianggap sebagai “kaisar” nya bintang. Sebagaimana
para menteri, pejabat, hamba, dan rakyat yang bersama-sama mengelilingi kaisar,
demikian pula halnya dengan bintang-bintang lain yang “mengelilingi” bintang
kutub. Berbeda dengan astronom Yunani, seperti Aristoteles dan Ptolomeus, yang
menentukan garis lintang berdasarkan jaraknya dari garis khatulistiwa, bangsa
Tionghoa menentukan garis lintang berdasarkan jaraknya dari bintang kutub utara (Polaris). Penentuan acuan
berdasarkan bintang kutub ini memiliki kelebihan, karena dapat menentukan garis
lintang tempat kita berada saat itu hanya dengan mengukur sudut ketinggian
bintang kutub. Jadi bila anda berada tepat di kutub utara, bintang kutub utara
akan berada pada posisi 90º. Sebaliknya, bila sedang berada tepat pada garis
Khatulistiwa, anda akan melihat bahwa sudut ketinggian bintang kutub adalah 0º,
atau dengan kata lain Anda kini berada pada garis lintang 0º. Oleh karenanya,
berdasarkan sistem perhitungan ini, garis Khatulistiwa akan setara dengan garis
lintang 0º, sedangkan kutub utara setara
dengan garis lintang 90º.
Meskipun
demikian, metode ini juga memiliki kelemahan. Bila seorang telah berada di
belahan bumi selatan, ia tidak akan dapat menentukan posisinya lagi; karena
bintang kutub utara tidak dapat diatasi dengan menentukan posisi matahari yang
tidak berpengaruh oleh belahan bumi utara maupun selatan. Namun, bangsa
Tionghoa belum mengenal teknik ini, yang juga baru ditemukan oleh bangsa
Portugis pada tahun 1474. Untuk mengatasi hal itu, bila berada di belahan bumi
selatan, para pelaut China hanya mengandalkan kompas, jam pasir, dan juga
kecepatan kapal.
Untuk
menghitung posisi atau jarak yang telah ditempuh, mereka hanya mengalihkan
kecepatan kapal dengan waktu yang telah berlalu. Metode ini tentu saja sangat
tidak akurat, mengingat kecepatan kapal selalu berubah, misalnya saat harus
bergerak melawan arus laut. Inilah sebabnya mengapa pengukuran garis lintang
yang dilakukan pelaut China tidak lagi akurat bila berada di belahan bumi
selatan. Permasalahan ini baru terpecahkan setelah akhir pelayaran keenam, di
mana mereka telah memetakan rasi-rasi bintang belahan selatan dan
mempergunakannya sebagai petunjuk arah.
Kini
kita akan membahas mengenai kemajuan teknik pembuatan kapal yang telah dikuasai
dengan baik oleh bangsa China pada masa
Dinasti Ming.
Bangsa
Tionghoa selama berabad-abad telah mengembangkan teknik pembuatan kapal yang
sanggup bertahan terhadap ganasnya samudra raya. Mereka menemukan cara pembuatan
rangka kapal yang kokoh dan terbagi atas berbagai bagian. Pada ujung
masing-masing bagian itu, terdapatlah bagian yang kedap air, mirip dengan
ruas-ruas batang bambu. Ujung-ujung yang kedap air ini lalu dibaut bersam-sama
dengan menggunakan paku logam yang beratnya mencapai beberapa kilogram. Tiga
lapisan kayu keras dipakukan pada rangka kapal yang kemudian dilapisi dengan
serat kelapa ( coconut fibre)
sehungga menjadi kedap air. Agar lebih kuat lagi, konstruksi itu masih dilapis
dengan campuran antara minyak pohon tung
dan kapur. Teknik ini telah dikembangkan sejak abad ke-7. Tentu saja untuk
membuat kapal sebesar dan sebanyak yang dipergunakan Zheng He dalam misi
muhibahnya diperlukan sejumlah minyak pohon tung,
sehingga berhektar-hektar tanah di sepanjang Sungai Yangzi harus dibersihkan
dan selanjutnya ditanami pohon tung.
Para
ahli perkapalan di Longjiang, yang merupakan pusat pembangunan kapal masa itu,
telah merancang kapal mereka agar tahan terhadap badai yang paling dahsyat di
laut. Kapal-kapal raksasa itu akan bertahan terhadap amukan topan, dan
konstruksi yang terpisah menjadi beberapa bagian atau bilik itu mengurangi
resiko tenggelam, karena bertabrakan dengan karang atau gunung es. Kapal itu
dirancang untuk terus mengapung, meskipun kedua biliknya telah bocor dan
dibanjiri air.
Para
pemimpin ekspedisi ini merupakan orang-orang yang cakap dan berpengetahuan
tinggi, tetapi kebanyakan anak buah mereka berasal dari kalangan bawah.
Sebagian besar dari mereka adala para penjahat yang dihukum buang ke laut dan
hukuman ini justru malah menguntungkan mereka, karena kehidupan sebagai anak
buah kapal jauh lebih baik ketimbang sebagai tahanan. Selain anak buah kapal,
penjelajahan ini juga membawa serta para ahli dalam berbagai bidang, seperti
ahli navigasi dan pertukangan. Tugas para tukang tersebut adalah memperbaiki
layar, jangkar, pompa, dan bagian-bagian kapal lainnya. Ikut serta pula para
ahli sejarah yang bertugas mencatat apa saja yang dijumpai dalam perjalanan
itu, seperti Ma Huan. Catatannya yang berjudul Pengamatan Keseluruhan atas Lepas Pantai (yang Dijumpai Sepanjang
Perjalanan) diterbitkan tahun 1433, setelah perjalanan terakhir Zheng He.
Secara
keseluruhan, Zheng He telah melakukan tujuh kali pelayaran. Pelayaran pertama
diawali pada tahun 1405, dengan membawa 63 kapal serta 27.870 orang. Armada ini
lalu berlayar menuju Indocina, Champa, dan singgah di Palembang. Saat itu yang
berkuasa di Palembang adalah orang Tionghoa bernama Zhen Ziyi. Zheng He
mengundangnya untuk datang menghadap. Zheng berpura-pura menerima undangan itu,
tetapi secara diam-diam menyerang Zheng He. Tetapi, Zhen berhasil dikalahkan
dan dibawa menghadap Kaisar Yongle, yang menjatuhinya hukuman penggal.
Perjalanan
kedua dilakukan pada tahun 1408 yang mengunjungi Pahang, Singapura, Malaka,
Kalkuta, Srilanka, Maladewa, Quilon,Cochin, Kalkuta, Persia, Aden, dan Makkah.
Raja Srilanka ditawan oleh Zheng He karena sering menganiaya orang Tionghoa
Buddhis yang datang beribadah kesana. Selain itu, ia juga berusaha menyerang
Zheng He dengan tipu muslihat. Perjalanan ketiga berawal pada tahun 1412. Zheng
He pada kesempatan kali ini mengunjungi Sumatera, Jawa, Madura, dan lain
sebagainya. Pada tahun 1416, Zheng He mengawali muhibah keempatnya dengan
disertai oleh utusan berbagai negeri mempersembahkan upeti pada Dinasti Ming.
Ekspedisi
keempat menempuh rute perjalanan yang lebih panjang dibandingkan dengan
sebelumnya. Mereka menyinggahi Arab, pesisir timur dibandingkan dengan
sebelumnya. Mereke menyinggahi Arab, pesisr timur Afrika, mengitari Pulau
Madagaskar. Misi muhibah kelima dilakukan pada tahn 1421 dengan menyinggahi
Siam dan Sumatera. Sedangkan ekspedisi pelayaran keenam diawali pada tahun 1424
dengan tujuan Sumatera. Misi muhibah keenam merupakan yang terakhir yang
dilakukan di bawah pemeintahan Kaisar Yongle. Kaisar Ming berikutnya, Hongxi,
untuk sementara waktu menghentikan pelayaran. Tetapi, pengganti Hongxi, Xuande,
memerintahkan agar Zheng He berlayar kembali demi mempererat hubungan dengan negara-negara diseberang
lautan. Perjalanan ini dilakukan antara 1430-1433 dan mengunjungi Srialnka,
kalkuta, cochin, Persia, Aden, dan Madagaskar.
Sehubungan
dengan misi pelayaran Zheng He ini, Gavin Menzies seorang pensiunan angkatan
laut Amerika menulis sebuah buku menarik berjudul 1421: The Year China Discovered the World, yang menyatakan bahwa
ekspedisi Zheng Hetelah mencapai Amerika, Australia, dan Antartika.
2.8 Perkembangan Bidang Keagamaan dan Filsafat Semasa Dinasti Ming.
2.8.1 Konfusianisme
Tokoh
Konfusianis terkenal pada zaman ini adalah Wang Yangming (1472-1528/9), seorang
keturunan keluarga sarjana serta pejabat terpandang. Meski mencapai peringkat
kedua pada ujian negara pada usia 21 tahun, tetapi hanya memangku jabatan kecil
saja hingga berusia sekitar 30 tahun
saat diserahi jabatan sebagai hakim ptovinsi. Setahun kemudian, Wang
mengundurkan diri dan mempelajari Buddhisme serta Daoisme untuk sementara
waktu. Saat berusia 33 tahun, negara memanggilnya kembali dengan menugaskannya
sebagai komandan pasukan.
Dua tahun kemudian, Wang menulis petisi
pembelaan kepada kaisar bagi dua orang pejabat yang ditahan secara tidak adil.
Karena isinya menghina seorang kasim korup pada masa itu, Wang dijatuhi hukuman
pukulan dan dibuang ke tempat terpencil. Di tempat terpencil itu, Wang
mencurahkan waktunya untuk menyistemasikan buah pemikiran filosofisnya. Wang
baru diundang kembali ke Nanjing saat berusia 42 tahun. Hasil pemikirannya
menarik perhatian para sarjana dari seluruh penjuru kerajaan. Pada masa akhir
hayatnya, Wang mengundurkan diri ke desa asalnya untuk mengajar, di mana banyak
orang terpelajar pada masa itu datang mengunjunginya.
Pemikiran Wang Yangming dapat
diringkaskan sebagai berikut:
Pikiran
dan gagasan (principles) adalah satu. Sehingga kita boleh mengatakan bahwa
gagasan-gagasan itu adalah sebagai hal yang hadir dalam pikiran seseorang.
Dahulu pada zaman Song, para filosof berusaha mencari kebenaran di luar dirinya
sendiri. Namun, Wang mencoba beralih pada dirinya sendiri untuk menemukan
kebenaran tersebut. Gagasan Wang Yangming ini kemudian disebut sebagai
“mempelajari pikiran ” (study of mind) yang berbeda dengan para filosof Dinasti
Song dengan metode “penelaahan atas gagasan” mereka.
Kesadaran
adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan baik dan buruk. Wang
berpendapat bahwa kesadaran ini identik dengan prinsip alami. Atau dengan kata
lain, prinsip alami adalah standar untuk membedakan baik dan buruk. Kesadaran
adalah hadirnya prinsip alami di dalam pikiran seseorang. Jadi, tujuan
pelatihan diri adalah untuk membebaskan seseorang dari hawa nafsu keinginan,
sehingga mmeungkinkan kesadaran itu untuk hadir sepenuhnya dan mencerahi
prinsip alami tersebut.
Kesatuan
antara pengetahuan dan tindakan. Wang mengajarkan para siswa untuk beralih dari
mempelajari kebenaran terhadap kitab-kitab semata dan menganjurkan mereka untuk
mencari kebenaran yang timbul melalui tindakan. Ia berkata, “Metode belajar
yang mulia untuk mencapai pengetahuan sepenuhnya hanyalah satu. Pengetahuan dan
tindakan hendaknya tidaklah dipisahkan.”
Lebih
jauh lagi, Wang Yangming meyakini bahwa setiap orang sebenarnya sanggup untuk
menjadi orang suci, sebagaimana yang dikatakan Mengzi bahwa setiap orang tidak
mustahil untuk menjadi seperti Yao dan Shun (dua orang kaisar purba yang mulia
dan bijaksana).
2.8.2 Buddhisme
Pada
masa akhir Dinasti Yuan, timbul keyakinan yang kuat terhadap Maitreya atau
Buddha yang akan datang. Menurut keyakinan yang populer saat itu, seorang
penguasa bijaksana (mingwang) akan hadir di muka bumi ini ketika makhluk suci
tersebut turun ke bumi dari surga Tushita. Istilah mingwang ini dipergunakan
pula karena eratnya hubungan antara Sekte Maitreya dengan pengikut
Manikheanisme, yang disebut Mingjiao (harfiah: Agama Terang) oleh bangsa
Tionghoa karena pemujaannya terhadap api. Bahkan pada saat itu, terdapat naskah
Manikheanisme yang berjudul Daxiao mingwang chushi I (Kemunculan di Dunia
Penguasa Mulia Mayor dan Minor). Oleh karena itu, Han Shantong, pemimpin
Perkumpulan Teratai Putih yang memberontak terhadap bangsa Mongol pada tahun
1351 memandang dirinya sendiri sebagai Penguasa Mayor, sedangkan putranya,
Liner dianggap sebagai Penguasa Minor. Karena Zhu Yuanzhang merupakan anggota
kaum pemberontak yang dipengaruhi oleh gagasan penguasa mulia ini, ia lalu
menamai dinastinya sebagai Ming, atau dengan kata lain, ia memandang dirinya
sendiri sebagai penguasa mulia dan sejati tersebut.
Karena
Zhu Yuanzhang pernah menjadi biarawan Buddhis, ia sangat mendukung Buddhisme.
Kerap dikumpulkannya para biksu di istana untuk mengajar berbagai naskah suci
Buddhis seperti Prajnaparamita dan Lankavatara. Kerajaan menyokong orang-orang
yang hendak menjadi biarawan, sehingga jumlah mereka makin meningkat pesat.
Pada tahun 1372, 57.200 biarawan Buddhis dan Daois ditahbiskan, sementara itu
jumlahnya meningkat menjadi 96.328 pada tahun berikutnya. Jumlah orang yang
ingin menjadi biarawan mekin meningkat pesat, sehingga akhirnya kerajaan merasa
perlu untuk melakukan berbagai pembatasan, seperti larangan bagi mereka yang
berusia di bawah 20 tahun untuk menjadi biarawan setra pengujian niat mereka.
2.8.3 Kedatangan Misionaris Kristen
Selama
masa pemerintahan Wanli, seorang imam Yesuit bernama Matteo Ricci (1552-1616)
memperkenalkan kembali agama kristen di China yang sebelumnya sudah pernah
masuk ke negeri tersebut dalam bentuk Nestorianisme. Sebelumnya, Fransiskus
Xaverius sudah pernah tiba di Macao, tetapi terburu meninggal pada tahun 1552,
sebelum sempat memasuki China. Matteo Ricci dilahirkan di dekat Roma dan
mencapai China pada usia 30 tahun. Saat hendak menjalankan misinya, Matteo
Ricci menyadari bahwa bangsaTionghoa menjunjung tinggi pengetahuan-pengetahuan
karya klasik Konfusianisme. Sehingga demi menunjang keberhasilan misinya, Ricci
mulai mempelajari karya-karya tersebut. Bahkan penguasaannya akan literatur Tionghoa
tersebut membangkitkan kekaguman para sarjana dan bangsawan Dinasti Ming. Ia
sanggup menghafalkan halaman yang terdiri dari 500 huruf serta mengucpkannya
kembali di luar kepala baik secara maju maupun mundur. Kekaguman ini masih
ditambah lagi dengan keahliannya dalam bidang matematika, geografi, astronomi,
dan musik.
Ricci
meyakini bahwa bangsa Tionghoa hanya dapat diperkenalkan pada kekristenan jika
ia dapat menghadirkan suatu bentuk agama tersebut yang selaras dengan
Konfusianisme (mengizinkan penghormatan pada leluhur). Kebijaksanaan inilah
yang kemudian mendorong beberapa sarjana terkemuka Tionghoa menganut Kristen.
Di bawah pengganti Ricci,yakni Johann Adan Von Schall dan John (Johann) Schreck
(Terrrentius) yang tiba di Beijing pada tahun 1622, jumlah umat Kristen
Tionghoa meningkat menjadi ribuan. Namun, dekrit kepausan pada abad ke- 18 yang
melarang masuknya praktik-praktik tradisional ini ke dalam agama Kristen mulai
menghambat kegiatan misionaris yang diperintahkan untuk mengajarkan agama Kristen
secara murni dikejar-kejar oleh pemerintah dan dipenjara karena berusaha
menghapuskan kepercayaan tradisional bangsa Tionghoa.
Misionaris
lain yang terkenal adalah Etienne Faber. Tokoh legendaris ini hidup pada masa
akhir Dinasti Ming dan berkarya di Shanzi. Ia telah mengarang banyak karya
mengenai hagiografi Buddhis dan Daois. Biarawan ini telah melakukan banyak
mukjizat, seperti berdekatan dengan binatang buas tanpa dimangsa oleh mereka,
memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit, mengusir setan dari
tempat-tempat angker, menghalau hama belalang dengan air suci, dapat mengetahui
sebelumnya saat kematiannya, mayatnya tidak membusuk, dan pada saat banjir
makamnya tidak terkena amukan air. Misionaris ini setelah meninggal diangkat
sebagai dewa bumi (fangtudi).
2.9 Hubungan dengan Kepulauan Nusantara
Selain
misi pelayaran Zheng He yang mengunjungi kepulauan Nusantara, hubungan dengan
China tetap terjalin baik. Selama lebih dari 100 tahun, sejumlah Duta Besar dan
Panglima China telah mengumpulkan daftar kata bahasa Melayu. Kurang lebih tahun 1560, sejumlah 500
kosakata telah dikumpulkan oleh Yang Lin, juru tulis kearsipan di Ibukota
Dinasti Ming. Kita akan mencantumkan beberapa di antaranya dalam tabel sebagai
berikut.
Makna Semasa Dinasti Ming
|
Transliterasi bahasa Mandarin (tidak dalam pinyin)
|
Bunyi Bahasa Melayu
|
Arti sekarang
|
Kamfer
|
Chia pu erh
|
Kapur
|
Kamfer
|
Kurma
|
Ko lo ma
|
Kurma
|
Kurma
|
Cengkeh
|
Chen chieh
|
Cengkih
|
Cengkeh
|
Batu
Karang
|
Pa wan lan
|
Pualam
|
Marmer
|
Akik
Merah
|
Ya chi
|
akik
|
Akik
|
Tinta
|
Mang his
|
mangsi
|
Noda
hitam
|
Kelengkeng
|
La mo tan
|
Rambutan
|
rambutan
|
Istilah-istilah
yang sebagian besar berhubungan dengan hasil bumi itu memperlihatkan adanya
hubungan perdagangan yang ramai dengan China. Selain itu, kita dapat
menyimpulkan bahwa bahasa Melayu yang kelak berkembang menjadi bahasa Indonesia
telah menjadi bahasa persatuan (lingua
franca) semenjak lama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dinasti
Ming ini berdiri pada tahun 1368, setelah Zhu
Yuanzhang berhasil mengusir Bangsa Mongol, Zhu Yuanzhang menobatkan dirinya
sebagai kaisar dengan gelar Ming Taizu (1368-1398). Tahun pemerintahannya
disebut dengan Hongwu, sehingga ia juga dikenal dengan sebutan Kaisar Hongwu.
Di
penghujung Dinasti Ming, pemberontakan marak di seluruh negara dan pada
puncaknya, Beijing jatuh ke tangan pemberontak yang dipimpin oleh Li Zicheng.
Kekalahan ini menyebabkan Chongzhen
menggantungkan dirinya di bukit di belakang Kota
Terlarang. Li yang bersengketa dengan Wu Sangui menangkapi keluarganya
di Beijing menyebabkan Wu memutuskan untuk menyerah kepada suku Manchu yang
kemudian menaklukkan Li Zicheng dan menguasai Beijing pada tahun 1644.
Pada masa Dinasti Ming, terdapat beberapa
perkembangan-perkambangan seperti perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi,
perkembangan ilmu pengobatan, perkembangan seni, perkembangan ekonomi dan
kemasyarakatan, perkembangan dalam navigasi dan teknik pembuatan kapal, dan
perkembangan bidang keagamaan dan filsafat.
Dalam perkembangangan navigasi dan Teknik
Pembuatan Kapal, Zeng He berangkat pada tahun 1405
dengan membawa 63 kapal yang memuat 27.870 orang (jauh lebih banyak
dibandingkan dengan pelayaran Colombus). Hal terpuji yang patut kita teladani
di sini adalah meskipun membawa kekuatan besar, tetapi Zheng He tidaklah
berusaha menaklukan atau menjajah negeri-negeri yang dikunjunginya. Ini
tentunya berbeda dengan bangsa Barat, di mana penjelajahan yang mereka lakukan
selalu diakhiri dengan penjajahan. Pelayaran samudra ini mendahului misi
pelayaran Colombus dan penjajah barat lainnya. Misi pelayaran besar ini, hanya
dapat dimungkinkan bila China telah mengembangkan pengetahuan mengenai navigasi
serta pelayaran yang tinggi. Bukti nyata kemajuan teknologi China dalam bidang
pelayaran diperlihatkan oleh sebuah kitab berjudul Wu Pei Chi, yang
isinya mengenai seluk-beluk pelayaran China kuno. Kitab itu juga mencatat pula
posisi bintang-bintang petunjuk arah serta informasi geografis daerah-daerah
asing, seperti letak, keadaan alam, dan lain sebagainya.
Dalam perkembangan keagamaan, pada masa Dinasti Ming
memmbagi menjadi tiga tahap yaitu konfusianisme, Buddhiisme, Kedatangan
misionaris Kristen. Dalam Konfusianisme, tokoh
Konfusianis terkenal pada zaman ini adalah Wang Yangming (1472-1528/9), seorang
keturunan keluarga sarjana serta pejabat terpandang. Dalam Buddhiisme timbul pada
masa akhir Dinasti Yuan. Dan dalam
kedatangan misionaris Kristen ini diperkenalkan oleh seorang
imam Yesuit bernama Matteo Ricci (1552-1616).
Dinasti Ming dalam hubungannya dengan kepulauan nusantara, selain
misi pelayaran Zheng He yang mengunjungi kepulauan Nusantara, hubungan dengan
China tetap terjalin baik. Selama lebih dari 100 tahun, sejumlah Duta Besar dan
Panglima China telah mengumpulkan daftar kata bahasa Melayu. Kurang lebih tahun 1560, sejumlah 500
kosakata telah dikumpulkan oleh Yang Lin, juru tulis kearsipan di Ibukota
Dinasti Ming.
DAFTAR PUSTAKA
Taniputera, Ivan. 2009. History of
China. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Kwang,
Hwa. 1991. Republik Cina Selayang Pandang.
Taipe: Published by Kwang Hwa Publishing Company.
Xin, Xu. 2010. 5 Orang China
Pengubah Dunia. Yogyakarta: Pustaka Solomon.
http://mypostsblog.wordpress.com/2014/01/11/dinasti-ming-dinasti-manchu/