Rabu, 07 Januari 2015

PENGERTIAN, JENIS, MANFAAT, DAN PPEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN


A.    Pengertian Media Pembelajaran
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar mengajar.  Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan.
Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pengajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia.
Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang media pengajaran, yang meliputi:
•    Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar;
•    Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan;           
•    Seluk-beluk proses belajar;           
•    Hubungan antara metode mengajar dan media pendidikan;        
•    Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran;
•    Pemilihan dan penggunaan media pendidikan     
•    Berbagai jenis alat dan teknik media pendidikan;
•    Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran;  
•    Usaha inovasi dalam media pendidikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya.
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’.  Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut Media Pembelajaran.  
Selain pengertian diatas terdapat pengertian media menurut para ahli yaitu sebagai berikut :
  1. Menurut Heinich, Molenida, dan Russel (1993) berpendapat bahwa “teknologi atau media pembelajaran sebagai penerapan ilmiah tentang proses belajar pada manusia dalam tugas praktis belajar mengajar.
  2. Menurut Ali (1992) berpendapat bahwa “Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapar memberikan rangsangan untuk belajar”.
  3. Menurut Gagne (1990) berpendapat bahwa “Kondisi yang berbasis media meliputi jenis penyajian yang disampaikan kepada para pembelajar dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasian.
  4. Menurut Miarso (2004) berpendapat bahwa “Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar”.
  5. Menurut Arif S. Sadirman (1984) berpendapat bahwa “Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar seperti Filn, buku, dan kaset.
  1. Manfaat Media Dalam Pembelajaran 
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pengajaran.  Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai, meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa kuasai setelah pengajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik siswa.  Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. 
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien.  Tetapi secara lebh khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci Kemp dan Dayton (1985) misalnya, mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu : 
1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
6. Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar
Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif. Selain beberapa manfaat media seperti yang dikemukakan oleh Kemp dan Dayton tersebut, tentu saja kita masih dapat menemukan banyak manfaat-manfaat praktis yang lain. 
Manfaat praktis media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar sebagai berikut :

1. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar
2. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya
3. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu
4. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya misalnya melalui karya wisata.  Kunjungan-kunjungan ke museum atau kebun binatang.    
C. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Media Pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya.  Mulai yang paling kecil sederhana dan murah hingga media yang canggih dan mahal harganya.  Ada media yang dapat dibuat oleh guru sendiri, ada media yang diproduksi pabrik.  Ada media yang sudah tersedia di lingkungan yang langsung dapat kita manfaatkan, ada pula media yang secara khusus sengaja dirancang untuk keperluan pembelajaran.           
Meskipun media banyak ragamnya, namun kenyataannya tidak banyak jenis media yang biasa digunakan oleh guru di sekolah.  Beberapa media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku).  selain itu banyak juga sekolah yang telah memanfaatkan jenis media lain gambar, model, dan Overhead Projector (OHP) dan obyek-obyek nyata.  Sedangkan media lain seperti kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), program pembelajaran komputer masih jarang digunakan meskipun sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar guru. 
Anderson (1976) mengelompokkan media menjadi 10 golongan sbb :

No
Golongan Media
Contoh dalam Pembelajaran
I
Audio
Kaset audio, siaran radio, CD, telepon
II
Cetak
Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar
III
Audio-cetak
Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis
IV
Proyeksi visual diam
Overhead transparansi (OHT), Film bingkai (slide)
V
Proyeksi Audio visual diam
Film bingkai (slide) bersuara
VI
Visual gerak
Film bisu
VII

Audio Visual gerak, film gerak bersuara, video/VCD, televisi
VIII
Obyek fisik
Benda nyata, model, specimen
IX
Manusia dan lingkungan
Guru, Pustakawan, Laboran
X
Komputer
CAI (Pembelajaran berbantuan komputer), CBI (Pembelajaran berbasis komputer).[7]

Media =dari kata Medium = Perantara
Media=
- alat
- Perantara
- Sarana
- Fasilitas
- Wahana
- Tempat
Media berbeda dengan alat peraga. Penelitian menurut Edgar Dale : Pengalaman yang diperoleh oleh siswa ketika mengikuti pembelajaran hasilnya di tampilkan dalam kerucut pengalaman. Dari hasil penelitian belajar dengan membaca, yang diingat 10 %, mendengarkan 20 %, melihat gambar, video atau film, melihat Dokumentasi yang diingat 30% lebih bagus dari mendengarkan, kalau siswa terlibat dalam diskusi itu yang diingat 50% dan 70 % jika sebagai penyaji dalam persentasi, melakukan simulasi dan melakukan yang bermanfaat 90 %.
Pembelajaran sejarah bukan menyampaikan fakta-fakta sejarah. fakta sejarah itu bukan sejarah melainkan hanya sejarah palsu, karena fakta-fakta sejarah akan berfungsi, jika dilakukan interpretasi. Interpretasi dengan cara menghubungkan fakta 1 dengan fakta-fakta yang lain yang saling berhubungan  menjadi cerita sejarah. kecenderungan ke 2 sistem penilaian dalam aspek kognitif (hafalan), kecenderungan ke 3 guru kurang memiliki kemampuan dalam penguasaan hakekat pembelajaran sejarah dan pengembangan materi pembelajran sejarah.
Jenis-jenis Media Pembelajaran :
  1. Media Grafis : Bagan, Diagram, Grafik, Poster, Kartun, Foto.
  2. Media Tiga Dimensi : Model, Diorama.
  3. Media Proyeksi : Film, OHP, Film Strip,  Slide, LCD.
  4. Media Audio : Tape Recorder,
  5. Lingkungan
    ( Menurut Nana Sudjana)
Jenis-Jenis Media Pembeljaran Lainnya :
    1. Media Asli dan Media Tiruan
    2. Media Grafis ( bagan, grafik, Poster, Karikatur,gambar, Komik, cerita gambar bersambung )
    3. Media papan.
    4. Media dengar
    5. Media yang disorot
    6. Media pandang dengar
    7. Media Cetak
    8. Komputer Internet
Jenis-jenis Media Pembelajran Sejarah :
a.       Peninggalan Sejarah
b.      Model : diorama, Maket, Replika Candi, Patung.
c.       Peta : Atlas, Peta Dinding, Peta Seketsa, Peta Lukisan.
d.      Ruang Sejarah.
e.       Media Audio : Tape Recorder, Radio
f.       Media Audio Visual : Tv, Film, Video
g.      Media Proyeksi : Film, OHP, Film Strip, Slide, LCD,
h.      MEdia Modern : Komputer dan Internet
i.        Media Cetak : Buku, majalah, Koran.
Levie & Lents (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:
1)      Fungsi atensi,
2)      Fungsi afektif,
3)      Fungsi kognitif,
4)      Fungsi kompensatoris.
  1. Fungsi Atensi
Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran siswa tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Media gambar khususnya gambar yang diproyeksikan melalui overhead projector dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar.
  1. Fungsi Afektif
Media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah social atau ras.
  1. Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaiaan tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
  1. Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.[3]
Media pembelajaran, menurut Kemp & Dayton (1985:28), dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu :
  1. Memotivasi minat atau tindakan,
  2. Menyajikan informasi,
  3. Memberi instruksi.
Untuk memenuhi fungsi motivasi, media pembelajaran dapat direalisasikan dengan teknik drama atau hiburan. Hasil yang diharapkan adalah melahirkan minat dan merangsang para siswa atau pendengar untuk bertindak (turut memikul tanggung jawab, melayani secara sukarela, atau memberikan subangan material). Pencapaian tujuan ini akan memperngaruhi sikap, nilai, dan emosi.
Untuk tujuan informasi, media pembelajaran dapat digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian bersifat amat umum, berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan, atau pengetahuan latar belakang. Penyajian dapat pula berbentuk hiburan, drama, atau teknik motivasi. Ketika mendengar atau menonton bahan informasi, para siswa bersifat pasif. Partisipasi yang diharapkan dari siswa hanya terbatas pada persetujuan atau ketidaksetujuan mereka secara mental, atau terbatas pada perasaan tidak/kurang senang, netral, atau senang.
Media berfungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif. Di samping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorang siswa.
    1. Pemilihan Media Pembelajaran 
Beberapa penyebab orang memilih media antara lain adalah :  a.  bermaksud mendemosntrasikannya seperti halnya pada kuliah tentang media;  b.  merasa sudah akrab dengan media tersebut, c. ingin memberi gambaran atau penjelasan yang lebih kongkrit; dan d.  merasa bahwa media dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukannya.  Jadi dasar pertimbangan untuk memilih media sangatlah sederhana, yaitu memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan yang diinginkan atau tidak.  Mc. Connell (1974) mengatakan bila media itu sesuai pakailah “If The Medium Fits, Use It!”.
Dari segi teori belajar, berbagai kondisi dan prinsip-prinsip psikologi yang perlu mendapat pertimbangan dalam pemilihan dan penggunaan media adalah sebagai berikut :
1. Motivasi
2. Perbedaan individual
3. Tujuan pembelajaran
4. Organisasi isi
5. Persiapan sebelum belajar
6. Emosi
7. Partisipasi Umpan balik
8. Penguatan (reinforcement)
9. Latihan dan pengulangan
10. Latihan dan pengulangan
11. Penerapan.

Minggu, 14 Desember 2014

DINASTI MING PADA TAHUN 1368-1644









BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dinasti Ming ini muncul karena keberhasialan Zhu Yuanzhang dalam mengusir Bangsa Mongol. Pada saat itu Zhu Yuanzhang ini menobatkan dirinya sebagai kaisar dengan gelar Ming Taizhu (1368-1644). Tahun pemerintahannya yang disebut dengan Hongwu, sehingga ia juga dikenal dengan sebutan Kaisar Hongwu. Dinasti barunya itu dinamakan Dinasti Ming.
Pada tahun 1399-1406 Zhu Yuanzhang digantikan oleh cucunya yang bernama Zhu Yunwen dengan gelar Jianwen. Akan tetapi pada saat itu Dinasti Ming berada dalam kekuasaan putra-putara Zhu Yuanzhing. Kaisar Jianwen berusaha mengendalikan paman-pamannya tersebut, dan sampai akhirnya terjadi perang saudara antara Kaisar Jianwen dengan paman-pamannya selama 4 tahun.
Pada tahun 1644 Dinasti Ming mengalami keruntuhan ddan pada saat itu kekuasaan Dinasti Ming telah berakhir dan kekuasaan tersebut diganti dengan kekuasaan Dinasti Qin. Keruntuhan tersebut dikarenakan serangan dari bangsa Manchu ke China. Awalnyya bangsa Manchu ini telah diusir dari China, tetapi mereka tidak bersedia dan mereka malah memindahkan pusat meperintahan mereka dari Mukden ke Beijing.
Sebelum masa keruntuhan yang dialami Dinasti Ming, dimasa itu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu juga berkembang ilmu pengobatan, perkembangan seni, perkembangan ekonomi dan kemasyarakatan, dan perkembangan agama dan filsafat. Perkembangan tersebut akan dibahas di dalam makalah ini. Selain membahas tentang perkembangan-perkembangan yang terjadi pada Dinasti Ming, dalam makalah ini juda akan membahas tentang perjalanan Muhibah Zheng He, serta membahas tentang hubungan Dinasti Ming dengan kepulauan Nusantara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis mengambil Rumusan Masalah yaitu sebagai berikut.
1.1.1        Bagaimana proses berdiri dan berkembangnya Dinasti Ming pada tahun 1368-1644?
1.1.2        Bagaimana proses runtuknya Dinasti Ming pada tahun?
1.1.3        Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semasa Dinasti Ming?
1.1.4        Bagaimana perkembangan ilmu pengobatan semasa Dinasti Ming?
1.1.5        Bagaimana perkembangan kesenian pada masa Dinasti Miang?
1.1.6        Bagaimana perkembangan ekonomi dan kemasyarakatan semasa Dinasti Ming?
1.1.7        Bagaimana perjalanan Muhibah Zheng He?
1.1.8        Bagaimana perkembangan keagamaan dan filsafat semasa Dinasi Ming?
1.1.9        Bagaimana hubungan Dinasti Ming dengan kepulauan Nusantara?

1.3 Tujuan

Berdasarkan Rumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat diambil beberapa tujuan yaitu sebagai berikut.
1.3.1      Mengetahui berdirinya dan berkembangnya Dinasti Ming pada tahun 1368-1644;
1.3.2      Mengetahui keruntuhan Dinasti Ming;
1.3.3      Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semasa Dinasti Ming;
1.3.4      Mengetahui perkembangan pengobatan semasa Dinasti Ming;
1.3.5      Mengetahui perkembangan kesenian pada masa Dinasti Ming;
1.3.6      Mengetahui perkembangan ekonomi dan kemasyarakatan pada masa Dinasti Ming;
1.3.7      Mengetahui perjalanan Muhibah Zheng He;
1.3.8      Mengetahui perkembangan keagamaan dan filsafat pada masa Dinasti Ming;
1.3.9      Menngetahui hubungan Dinasti Ming dengan kepulauan Nusantara.

1.4 Manfaat

Dapat memperdalam wawasan terkait dengan sejarah Dinasti Ming pada tahun 1368-1644.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Berdiri dan Berkembangnya Dinasti Ming

Setelah berhasil mengusir Bangsa Mongol, Zhu Yuanzhang menobatkan dirinya sebagai kaisar dengan gelar Ming Taizu (1368-1398). Tahun pemerintahannya disebut dengan Hongwu, sehingga ia juga dikenal dengan sebutan Kaisar Hongwu. Dinasti barunya itu dinamai dinasti Ming.
Zhu Yuanzhang digantikan oleh cucunya yang bernama Zhu Yunwendengan gelar Jianwen (1399-1402). Tetapi saat itu, kekuasaan Negara berada di tangan putra-putra Zhu Yuanzhang. Kaisar Jianwen berusaha mengendalikan para pamannya itu dengan jalan membatasi kekuasaan mereka, tetapi tentu saja usaha ini mendapat tentangan keras. Sebagai akibatnya, timbul perang saudara selama 4 tahun antara Kaisar dengan paman-pamannya. Dari segi kepandaian dan kemampuan, kaisar bukanlah tandingan pamannya yang bernama Zhu Di (puta keempat Zhu Yuanzhang). Zhu Di, yang sebelumnya bergelar Pangeran Yan, membawa tentaranya menuju ibukota dan berhasil menguasainya. Kaisar Jianwen lalu menghilang tak tentu rimbanya. Ada yang mengatakan bahwa ia melarikan diri dengan menyamar sebagai seorang biksu.
Zhu Di mengangkat dirinya sebagai Kaisar Yongle (1403-1424) yang berarti “Kebahagiaan Abadi”. Pelayaran samudra merupakan salah satu hal yang patut dibanggakan pada masa Dinasti Ming. Kaisar Yongle telah memerintahkan Admiral Zheng He untuk mengadakan pelayaran ke selatan menuju negeri-negeri yang jauh. Ia berhasil berlayar sejauh Afrika (Mongadishu dan Malindi), Kalkuta, dan Kolombo jauh sebelum Bangsa Baratberhasil mencapainya. Pembahasan lebih lanjut mengenai pelayaran muhibah Zheng He akan dicantumkan pada bagian khusus di bawah ini.
Yongle digantikan oleh putar tertuanya, Hongxi (1425), yang hanya memerintah setahun. Kaisar bertubuh gemuk dan sakit-sakitan ini tidak begitu tertarik dengan kemiliteran. Meskipun demikian, ia adalah seorang penguasa yang manusiawi serta memiliki kecakapan dalam administrasi pemerintahan. Hongxi meninggalkan 10 putra dan 7 putri. Istrinya, Ratu Zhang yang hidup hingga tahun 1422, menjadi sangat berkuasa.
Pengganti Hongxi adalah cucu Yongle yang bernama Zhu Zharing (gelar: Xuande, memerintah 1426-1435). Ia dikatakan sebagai seorang penguasa yang sempurna karena piawai dalam bidang kemiliteran, administrasi pemerintahan, dan seni. Keahliannya dalam bidang militer itu diwarisi dari kakeknya, Yongle. Masa pemerintahan Xuande boleh dikatakan cukup stabil. Kemakmuran dan kesenian berkembangpesat. Pertikaian dan intrik dalam istana berhasil diredamnya dengan mendengarkan saran putra menteri dan pejabat bijaksana yang diwarisi dari kakek serta ayahnya. Sebagai seorang reformis, Xuande berusaha memerangi ketidak-adilan, menentang hukuman mati, serta mendorong dihapuskannya hukuman kurungan bagi orang miskin yang tak mampu membayar utang-utangnya. Barangkali, kesalahan terbesar yang dilakukan Xuande adalah andilnya dalam meningkatkan kekuasaan kaum Keberi, dimana ia mendirikan sekolah khususnya bagi mereka dan mengangkat mereka sebagai penasihat militernya. Selain itu, ia juga sering memerintahkan para kasimnya untuk mencari benda-benda aneh, seperti batu-batu berharga, benda-benda langka atau mewah, dan bahkan cengkerik aduan yang selalu menang. Kaum Keberi diutusnya diutusnya pula mencari gadis-gadis Korea yang terkenal kecantikannya untuk dijadikan selir.
Xuande adalah kaisar pertama Dinasti Ming yang sungguh-sungguh melindungi seni. Bahkan ia sendiri merupakan seorang seniman berbakat. Sebagai seorang pecinta dan pelindung seni, dikumpulkannya para seniman berbakat dari seluruh penjuru negeri serta memerintahkan mereka untuk menghiasi makam-makam leluhurnya dengan karya seni yang indah. Ketika Xuande wafat, sepuluh orang selir ikut dikuburkan bersamanya. Penggantinya, Zhu Qizhen, adalah putranya dengan istri keduanya yang bermarga Sun.
Zhu Qizhen naik jtahta dengan gelar Zhengtong pada tahun 1436 saat berusia 8 tahun. Karena usianya yang masih belia itu, neneknya yang bermarga Zhang (janda Hongxi) memegang tampuk kekuasaan sebagai wali dengan dibantu oleh tiga orang menteri bijaksana. Administrasi pemerintahan saat itu boleh dikatakan baik. Qizhen yang menjadi pihak kesayyangan ayahnya ini, merupakan seseorang yang cerdas. Sejarah mencatat bahwa ia memiliki ukuran kepala bagian atas yang besar, sehingga memerlukan topi yang khusus.
Sementara itu, bangsa Mongol yang dahulu diusir oleh Zhu Yuanzhang ke utara, kini menjadi kuat kembali. Mereka menyatukan dirinya di bawah Esen khan. Kaisar Zhengtong pada tahun 1449 melakukan kesalahan fatal dengan mengikuti bujukan gurunya, seorang kasim bernama Wang Zhen, untuk menyerang Esen Khan. Meski memiliki pasukan berjumlah setengah juta orang, namun perbekalan dan persenjataan mereka sungguh buruk. Banyak yang mati karena kelaparan saat sedang berbaris ke utara sehingga sisanya dengan mudah dibantai oleh bangsa Mongol. Zhengtong yang tidak sempat melarikan diri ditawan oleh mereka.
Sebagai penggantinya, diangkatlah adik Zhengtong yang bernama Zhu Qiyusebagai kaisarbaru dengan gelar Jingtai (1450-1457). Ia merupakan seorang pengusa yang lemah; namun berkat jasa para mentrinya, ibukota berhasil dipertahankan dari serangan Esen Khan. Meskipun dijadikan tawanan, Zhengtong diperlakukan dengan baik dan menjadi sahabat Esen Khan. Dengan mengangkat kaisar baru, pihak China telah berhasil menurunkan nilai penting bekas kaisarnya yang disandra bangsa Mongol itu. Ketika dibebaskan setahun kemudian, pihak Ming hanya mengirimkan tandu biasa beserta dua ekor kuda untuk menjemputnya. Setibanya mkembali di istana, zhengtong ditempatkan sebagai tahanan rumah dan terasing sama sekali dari dunia luar. Ini berlangsung selama enam setengah ntahun hingga sakit kerasnya Jingtai dan mengangkat kembali Zhengtong sebagai kaisar. Jingtai wqafat tidak lama setelah itu, barangkali karena disiksa oleh para kaum pemberontak. Segera setelah menduduki singgasananya kembali, Zhengtong yang saat itu telah mengganti gelarnya dengan Tianshun melakukan gerakan pembersihan. Ia menggunakan jasa kaum Keberi dan membentuk dinas rahasianya sendiri untuk memata-matai dan menemukan orang yang berniat menentangnya. Selama masa kekacauan pada era 1450-1n itu, lebih dari 1.500.000 orang telah terbunuh atau terusir dari tempat kediamannya.
Putra tertua Zhengtong, Chenghua (memerintah: 1465-1487) diangkat sebagai pengganti ayahnya. Usianya baru berumur 20 bulan ketika ayahnya ditawan oleh bangsa Mongol. Ia dicabut haknya sebagai pewaris tahta dan dijadikan tahanan rumah di istanya sendiri, namun dipulihkan kembali kedudukannya sebagai puta mahkota tatkala usianya belum genap 10 tahun, yakni saat ayahnya berkuasa kembali. Chenghua memiliki kepribadian lemah, peragu, dan agak gagap ketika bicara. Kaisar itu juga dikenal sebagai penggemar seni music dan pertunjukan. Ia tersohor pula sebagai seorang ahli kaligrafi dan pelukis yang handal. Saat naik tahta, ibunya serta Ratu Qian, permaisuri Zhengtong, berebut kedudukan sebagai wali, dan pada masa akhir penerintahannya, kekuasaan didominasi oleh selirnya bernama Wan Guifei.
Suatu dewan yang beranggotakan 12 orang akhirnya diangkat sebagai wali semasa awal pemerintahankaisar ini. Mereka melakukan reformasi dan pembenahan terhadap kesalahan rezim pemerintahan sebelumnya. Orang yang telah dihukum secara tidak adil dibebaskan dan bantuan diberikan pada rakyat yang kelaparan akibat bencana alam. Bidang militer juga diperkuat oleh mereka sehingga kini kekuasaan Dinasti Ming dapat menggulingkan bangsa Mongol dan Jurchen. Dinasti Ming menjadi disegani oleh Negara-negara tetangga di sekitarnya. Pasukan pengawal istana yang beranggotakan 10.000 orang talah direorganisasi kembali, di mana masing-masing divisinya dikomandani oleh seorang Keberi yang juga bertanggung jawab atas masalah persenjataan bawahannya. Tembok besar sebagai benteng pertahanan juga dibangun kembali sepanjang 5.000 km.
Belakangan kekuasaan jatuh ke tangan seorang selir bernama Wan Guifei. Isteri pertama Chenghua telah diturunkan dari kedudukannya karena memukul selir ini. Wan yang anaknya sendiri meninggal merupakan seorang yang berhati iri dan dengki. Ia membunuh anak selir-selir lainnya agar mereka tidak mendapatkan kesempatan menjadi pewaris tahta. Chenghua membiarkan saja sepak terjang selirnya itu hingga kekuasaannya semakin menjadi-jadi. Ia beserta Liang Fang, kasim kesayangannya, dan Wang Zhi, kepala kaum Keberi, mulai memerah negeri itu habis-habisan. Mereka mlakukan penyalah gunaan kekuasaan dengan memperjual belikan kedudukan di istana serta mengumpulkan secara paksa berbagai benda berharga dari seluruh penjuru negeri. Tanah yang mereka kuasai dan rampas semakin luas saja.
Prihatin dengan pembunuhan putra-putra selir tersebut, istri pertama Chenghua menyembunyikan puta yang dilahirkan oleh seorang selir lainnya dan lima tahun kemudian, ketika Chenghua mengeluhkan adanya keturunan yang hidup baginya, putra itu dihadapkan dan diserahkan kembali padanya. Mengetahui hal itu, Wan yang berhati dengki tidak dapt melakukan apa-apa, selain memerintahkan agar ibu anak itu dibunuh.
Kekuasaan penuh angkara Wan Guifei beserta kaum Keberi yang jahat itu harus berakhir setelah naik tahtanya Hongzhi (memerintah: 1488-1505), putra yang disembunyikan dari ancaman pembunuhan Wan itu. Ia merupakan salah seorang penguasa terkemuka Dinasti Ming yang terkenalkarena kebijakannya. Hongzhi merupakan satu-satunya penguasa Dinasti Ming yang hanya memiliki satu istri saja. Begitu naik tahta, dilakukan pembersihan terhadap pejabat korup termasuk Liang Fang serta memecat 3.000 pejabat yang memperoleh kedudukannya melalui suap. Sebagai seorang penganut Konfusianismme yang teguh, ia mendengarka saran-sarn Dewan Penasehatnya. Kaisar bijaksananya ini dikenal cermat dalam urusan kenegaraan. Oleh karena itu, semasa pemerintahannya Negara berada dalam keadaan stabil dan harmonis.
Zhengde (memerintah: 1506-1521) merupakan penguasa Dinasti Ming berikutnya yang menjadi putra kesayangan ayahnya (Hongzhi). Saat menjelang kematiannya, Hongzhi baru menyadari kelemahan putranya ini dan memohon pada Dewa Penasehat agar membimbing dan menjaga putranya tersebut. Ia mengatakan bahwa Zhengde sebenarnya cerdas hanya saja terlalu gemar bersenang-senanga dan malas. Kekawatiran Hongzhi ini menjadi kenyataan, karena Zhengde ternyata tidak menyukai urusan kenegaraan, tatacara istana, serta para penasehatnya yang kolot. Ia menghabiskan waktunya waktunya untuk bersenang-senang, menunggang kuda, memanah, berburu, dan mendengarkan music. Istana dipenuhinya dengan para petarung, pemain acrobat, dan tukang sulap. Kekuasaan jatuh kembali ke tangan kaum Keberi, dan kaisar bahkan bermain-main sebagai pedagang dalam pasar-pasaran yang diselenggarakan oleh para kasim di istana. Para pejabat yang khawatir dengan keadaan ini, mencoba menyingkirkan kaum Keberi pada tahun 1506, tetapi gagal. Zhengde tertarik dengan segala sesuatu yang berbau Tibet. Ia membangun sebuah kuil baru dikompleks istananya bagi para Lama. Terkadang ia mengenakan pakaian Tibet dan upacara pemakaman ibunya dipimpin oleh para biksu Tibet. Kaisar Dinasti Ming yang merupakan penggemar wanita dan arak, dimana ia sering mabuk selama berhari-hari. Selain itu, Zhengde juga gemar menyelinap secara diam-diam ke luar istana guna mengunjungi rumah-rumah pelacuran yang ada di kota. Peristiwa terpenting yang terjadi pada masa pemerintahan kaisar ini adalah pemberontakan yang diterbitkan seorang pangeran di Ningxia pada tahun 1510 yang diikuti dengan dua tahun masa kekacauan di Sichuan. Pada masa akhir pemerintahannya, kaisar banyak melakukan pemborosan dengan melakukan perjalanan keliling negeri yang menghabiskan pembendaharaan Negara. Sekembalinya dari perjalanan terakhirnya, kaisar muntah darah dan jatuh sakit. Tiga bulan kemudian ia meninggal.
Zhengde tidak mempunyai seorang putra pun, sehingga singgasana Dinasti Ming terpaksa dialihkan kepada putra angkatnya yang naik tahta dengan gelar Jiajing (1522-1567). Kaisar baru ini merupakan keturunan putra bungsu Chenghua dengan seorang selir yang berasal dari Huangzhou. Berbeda dengan kaisar-kaisar Dinasti Ming lainnya, Jianjing merupakan seorang penganut Daoisme yang fanatic. Ia begitu teropsesi untuk menemukan obat untuk hidup abadi. Sejumlah uang mengalir kekeagamaan yang berlangsung selama 12 jam, dimana naskah-naskah do’a yang dipergunakan dalam ritual itu ditulis dengan emas. Sesuadah upacara usai, para penyalin naskah doa dengan gembira mengumpulkan serbuk-serbuk emas yang tertinggal di kuas-kuas mereka.
Pada tahun 1542,nyawa Jianjing berhasil diselamatkan dari usaha pembunuhan oleh para selirnya. Delapan belas selir berusaha mencekiknya dengan tali ketika sedang tidur. Namun, usaha itu gagal karena mereka telah menarik simpul yang salah dan di samping itu salah satu gadis telah membocorkan rencana itu kepada ratu. Seluruh pelaku usaha pembunuhan itu kemudian dijatuhi hukuman mati. Kendati obsesi Zhengde pada Daoisme sedikit banyak telah menyebabkannya mengabaikan urusan kenegaraan, untungnya ia berhasil memilih dan mengangkat menteri-menteri yang berkapabilitas tinggi serta setia. Bahkan dengan dukungan ibu suri dan Sekretaris Agung Negara, ia membersiihkan istana dari cengkraman kaum kasim yang korup. Disitanya harta kekayaan mereka, yang dari seorang kasim saja dapat mencapai 70 peti emas dan 2.200 peti perak.
Masa pemerintahan Jianjing yang berlangsung cukup lama ini memberikan kestabilan bagi China. Meskipun demikian, pertahanan Negara dapat dikatakan sangat lemah. Bangsa Mongol di utara yang saat itu dipimpin oleh Altan Khan (1507-1582) telah menyusun kekuatannya kembali, dan pada tahun 1542 dengan penuh keberanian menyeranng China. Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan serangan itu tidak sedikit;200.000 orang dan jutaan hewan ternak menjadi korban. Sementara itu, di pantai sebelah tenggara, bajak laut Jepang menjadi semakin ganas dan melakukan perampokan terhadap provinsi-provinsi China yang berbatasan dengan pantai.
Longqing (1567-1572) yang merupakan pengganti Jianjing, sesungguhnya tidak begitu disukai oleh ayahnya, yang telah memilih puta selir lainnya. Namun, karena pertimbangan Longqing yang lebih tua usianya, akhirnya ia tetap diangkat menjadi kaisar yang baru. Pengusa Dinasti Ming yang naik tahta pada usia 29 tahun ini begitu berpengalaman dalam urusan kenegaraan. Sebagai penguasa yang lemah, tak sedikitpun ia tertarik terhadap urusan negara. Saat mengikuti siding kenegaraan, kaisar lebih banyak berdiam diri. Ia hanya mementingkan bersenang-senang saja. Meskipun demikian, Longqiing sanggup memperbaiki kesalah pendahulunya, seperti menggembalikan nama baik orang yang telah dihukum secara tidak adil oleh rezim sebelumnya serta mengusir para pendeta Daois dari istana. Berkat menterinya yang cendekia bernama Zhang Zhuzheng, perjanjian perdamaian berhasil dilakukan dengan Altan Khan, yang bersedia menerima status sebagai negara vassal (negara taklukan). Selain itu, gangguan para bajak laut Jepang juga berhasil diatasi.
Kaisar Dinasti Ming berikutnya adalah Wanli (1573-1620). Pada masa kekuasaannya, transformasii China menuju negara modern dimulai. Hasil pertanian dari Amerika, seperti jagung, kentang manis, dan kacang, mulai dikenal dan jumlah penduduk meningkat menjadi lebih dari 100 juta jiwa atau bertam,bah dua kali lipat dibandingkan awal berdirinya Dinnasti Ming. selain itu, Dinasti Ming terkenal pula dengan keramiknya yang diekspor seantero penjuru dunia. Pada berbagai belahan bumi, kita dapat menjumpai sisa-siasa keramik dari zaman dinastii ini. Wanli yang memerintah selama kurang lebih 47 tahun, merupakan penguasa China yang memerintah selama setelah Han Wudi. Ia merupakan putra ketiga Longqing dan naik tahta saat baru berusia 10 tahun. Bidang pendidikan juga berkembang pesat semasa kekuasaan kaisar Wanli. Kota-kota besar seprti Beijing, Nanjing, Suzhou, dan Hangzhou menjadi pusat kegiatan intelektual. Karya sastra baik yang berupa novel maupun ensiklopedia banyak bermunculan pada zamannya.
Pada mulanya, pemerinjtahan Wanli dapat dikatakan baik karena didukung oleh menteri-menteri yang cakap dan loyal, termasuk Zhang Zhuzheng (yang telah mengabdi semenjak pemerintahan kaisar sebelumnya). Efisiensi dan kedisiplinan dalam administrasi pemerintahan berhasil dibangkitkan kembali. Tetapi setelah kematian Zhang, Wanli mulai menarik diri dari pemerintahan. Ia jarang menghadiri siding-sidang di istana dan membiarkan menteri-menteri danj para duta-duta asing menghadap tahta kosong. Urusan pemerintahan menjadi terbengkalai. Perseteruan dengan bangsa Mongol timbul kembali, di mana pada tahun 1560 mereka berhasil merebut Qinghai. Selain itu, terjadi permasalahan serius dengan suka minoritas di bagian barat daya. Pasukan terpaksa dikirim ke Burma untuk mmemadamkan pemberontakan di sana yang terjadi antara tahun 1599-1600.
Bangsa Jepang di bawah pimpinan Toyotomi Hideyoshi (1536-1598) berhasil menaklukkan Korea – negara protektorat China – sehingga menimbulkan perang dahsyat selama lima tahun (1593-1598) guna mengusir mereka. Kendati dimenangkan oleh Dinasti Ming, ekspedisi militer ini menelan biaya sangat besar yang menghabiskan devisa negara. Meskipun jumlah pasukan telah dilipatgandakan semenjak abad ke-14, organisasi mereka sangat buruk dan tidak efisien. Prajurit direkrut dari kalangan bawah yang tidak berpengalaman sedikitpun dalam bidang kemiliteran. Keuangan negara semakin memprihatinkan dan itu semua masih dibebani oleh kehiduupan Wanli yang sangat boros. Untuk mengatasi masalah keuangan yang semakin menjadi-jadi, kaisar membuka kembali tambang pperak pada tahun 1594 serta menarik pajak yang berat dari rakyat.
Kaisar berikutnya, Taichang, hanya sempat memerintah selama sebulan saja (1620). Ia wafat tidak lama setelah mmemerintah. Ada dugaan bahwa ia diracun oleh salah seorang selirnya yang bermargga Zheng beserta komplotannya. Putra Taichang kemudian naik tahta dengan gelar Tianqi (1621-1627). Penguasa Dinasti Ming ini merupakan seorang buta huruf, namun sangat terampil dalam pertukangan. Sumber-sumber sejarah China menyatakan bahwa ia sama sekali tidak berminat untuk belajar membaca dan menulis, tetapi sesekali menyibukkan diri didalam bengkel kerjanya, ia akan mmelupakan makan dan minum.
Urusan kenegaraan diabaikannya dan ia menyerhkan kekuasaan pada seorang Keberi bernama Wei Zhongxian yang kemudian melakukan banyak kekejaman. Ia membentuk suatu dinas rahasia guna memata-matai orang yang menentangnya. Para pejabat saat itu diangkat hanya berdasar kesetiaan terhadap kasim tersebut. Menghadapi kondisi pemerintahan yang memprihatinkan itu, beberapa pejabat pada tahun 1624 berupa untuk memulihkan kembali pemerintahan yang baik dengan menggulingkan Wei, namun gagal. Pemimpin mereka yang digelari Enam Pahlawan disiksa dan dihukum mati. Sedangkan para pendukung gerakan ini yang berjumlah 700 oarang disingkirkan dan diasingkan dari istana. Kaisar hanya tinggal diam menyaksikan peristiwa ini, sehingga rakyat menganggap bahwa Dinasti Ming telah kehilangan pamornya.
Tianqi digantikan oleh adiknya yang naik tahta dengan gelar Chongzhen (1628-1644). Ia sekaligus Kaisar Ming yang terakhir. Saat itu kerajaan dalam keadaan kacau-balau, namun ironisnya intelektualisme justru bangkit semasa pemerintahannya dan bahkan dua orang imam Yesuit, Johann Adam von Schall dan John Schreck diberi kesempatan untuk mmemperbaiki penanggalan. Bencana kelapan yang terjadi pada tahun 1628 makin memperlemah kekuasaan pemrintahan pusat. Karena kemiskinan yang makin mendera rakyat, tingkat kriminalitas semakin meningkat. Para bandit mmerajalela diseluruh penjuru negeri. Pemberoontakan juga timbul dimana-mana. Yang terpenting diantaranya dipimpin oleh Li Zicheng yang akan kita pada bagian selanjutnya.
Sementara itu, menjelang akhir Dinasti Ming, Bangsa Manchu di utara menjadi bertambah kuat. Pemimpin mereka, Nurhachi beserta putranya Abahai, berhasil merebut Liaoning pada awal abad ketujuh belas. Setelah merasa cukup kuat, mereka mendirikan dinasti sendiri yang diberi nama Qin (1626).  

2.2 Runtuhnya Dinasti Ming

Abahai kini berniat untuk menaklukkan China bagian utara. Pada tahun 1640, ia menyerang Jinzhou dengan kekuatan besar. Untuk menghadapi serangan itu, Dinasti Ming memerintahkan Hong Chengchou (Komandan pasukan di Liaodong) serta delapan orang Jendral, termasuk Wu Sangui, untuk mempertahankan kota. Selainitu, pihak Ming juga mengerahkan 130.000 pasukan untuk membela kedaulatan wilayahnya. Namun, Abahai berhasil menghancurkan lebih dari 50.000 pasukan China serta melumpuhkan pertahanan Dinasti Mimg. Jinzhou akhirnya jatuh ke tangan bangsa Manchu dan pada tahun 1647 Hong berhasil ditawan oleh mereka. Namun, ia diperlakukan dengan baik dan penuh dengan rasa hormat, sehingga Hong kemudian bergabung dengan angkatan perang Manchu.
Wilayah Abahai kini bertambah luas hingga mencapai celah di Tembok Besar (Shanhaiguan), tatapi ia memutuskan untuk tidak terlibat konfrontasi langsung dengan pasukan Ming yang kuat di daerah itu. Ia lebih memilih untuk mengalihkan serangannya ke Manchuria Utara, dan pada tahun 1643, seluruh daerah itu telah berada digenggaman tangannya. Meskipun demikian, kesehatan Abahai turun dengan drastis dan wafat pada usia 51 tahun. Putranya yang baru berusia enam tahun, Fulin, dipilih untuk menggantikannya dengan dibantu oleh Jirgalang (sepupu Nurhaci) dan Dorgan (putra ke empat belas Nurhaci) sebagai walinya. Gelar Fulin setelah menjadi kaisar adalah Shunzi (1644-1661).
Semasa kekaisaran Ming terakhir (Chongzhen), ancaman tidak hanya dari bangsa Manchu saja, melainkan juga oleh pemberontakan yang melanda diri sendiri. Pemberontakan tterpenting dipimpin oleh Li Zicheng, yang berhasil merebut Beijing, ibu kota Dinasti Ming pada tanggal 25 April 1644. Li lalu menyatakan dirinya sebagai kaisar dan mendirikan dinasti baru, Xun. Sebelumnya, Dorgan telah berusaha menjalin hubungan dengan beberapa pemimpin pemberontakan itu, manun sebelum persekutuan anatar keduanya berhasil dijalin, Li Zicheng telah terlanjut merebut ibukota. Kaisar Chongzhen menggantung dirinya ppada sebaranng pohon dan bersama dengan kematiannya itu, berakhirlah Dinasti Ming. Jendral Wu Sangui yang ditugaskan menjaga perbatasan masih setia pada Dinasti Ming dan ia sebelumnya memang telah dipanggil pulang untuk menyelamatkan ibukota. Mengetahui ibu kota telah jatuh, diputuskannya untuk meminta pertolongan pada bangsa Manchu yang saat itu dipimpin Shunzhi guna mengusir Li.
Wu membuka gerbang Shanhaiguan yang sedang dipertahankannya, dan mempersilahkan pasukan Manchu untuk memasukinya. Bahkan, ia menyambut Dorgan secara pribadi. Mereka kemudian sepakat untuk bersama-sama menyerang Li. Ketika pasukan Manchu telah semakin mendekati Beijing, Li memutuskan untuk melarikan diri kea rah barat yang sebelumnya membakar sebagian istana kekaisaran. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 4 Juni 1644. Sehingga, dinasti yang didirikan Li hanya sempat bertahan selama sebulan lebih saja. Dua hari kemudian atau tepatnya tanggal 6, pasukan Manchu berbaris memasuki ibukota. Ternyata setelah Li berhasil diusir, bangsa Manchu tidak bersedia meninggalkan China. Mereka malah memindahkan pusat pemerintahan mereka dari Mukden ke Beijing, sehingga demikian berawallah kekuasaan Dinasri Qing di China.

2.3 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Semasa Dinasti Ming

Kaisar Hongxi yang tertarik dengan astronomi telah berhasil mengenali adanya bitik matahari jauh sebelum bangsa Barat mengenalnya. Ini tampak nyata pada lukisan yang berasal dari tahun 1425.
Selama masa pemerintahan Dinasti Ming, pengamatan terhadap gerhana matahari total dapat dijumpai dalam catatan-catatan sejarah provinsi. Salahh satu di antara catatan itu berasal dari tanggal 20 Agustus 1514, yang berbunyi:
Pada jam wu, tiba-tiba matahari mengalami gerhana total. Binatang-binatang mulai tampak dan suasana saat itu sungguh gelap. Segala sesuatu tidak dapat dilihat dari jarak yang lebih jauh dibandingkan sejangkauan tangan. Hewan-hewan domestik dan manusia merasa takut. Namun, dua jam kemudian keadaan menjadi terang kembali (cacatan sejarah lokal daerah Dongxiang, Provinsi Jiangxi).
Kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan Dinasti Ming juga ditunjang oleh kedatangan para Yesuit. Atas permintaan Matteo Ricci, didatangkan seorang ahli bintang yang bernama Sabbation De Ursis pada tahun 1606 ke Beijing. Ketika ahli-ahli astronomi kerajaan melakukan kekliruan dalam mramalkan suatu gerhana matahari, pada tahun 1611, kaum Yesuit itu diminta untuk melakukan parbaikan terhadap penanggalan serta menerjemahkan buku-buku Barat mengenai astronomi dan matematika. Penerjemahan ini dilakukan De Ursis dengan bantuan Paul Xu (Xu Guanqi (1562-1633), seorang sastrawan Tionghoa yang telah menganut agama Kristen dan menjadi murid Matteo Ricci).
Salah satu karya Barat yang diterjemahkan adalah risalah matematika karangan Euklides yang tersohor itu. Penanganan observatorium kerajaan lalu diserahkan ke tangan kaum Yesuit tersebut. Tokoh Yesuit penting lain yang memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan Dinasti Ming adalah Johann Adam Schall. Ia membantu penyusunan penanggalan dan selain itu mengajar bangsa Tionghoa cara pembuatan merian. Setelah Dinasti Ming jatuh, Schall diangkat oleh Sunzhi, kaisar Dinasti Qing yang pertama, sebagai direktur observatorium kerajaan Peking. Ketika terjadi penangkapan terhadap imam-imam Katolik pada tahun 1664, Schall juga ikut ditangkap, namun kemudian dibebaskan dan meninggal dunia pada tahun 1666.
Ensklopedia dalam bidang teknik dan ilmu pengetahuan banyak pula dihasilkan semasa Dinasti Ming. Pada tahun 1615, terbitlah suatu karya berjudul Gongbu changku xuzhing (Apa yang Orang Perlu Ketahui Mengenai Perbengkelan dan Pergudangan Pada Kementrian Pekerjaan Umum). Buku ini merupakan informasi yang kaya bagi sejarah perkembangan teknik di China. Menyusul kemudian terbitlah Tiangong kaiwu pada tahun 1637 yang berisikan pambahasan mengenai teknik pertanian, pemintalan, pembuatan keramik, pengecoran besi atau baja, transportasi air, produksi senjata, kuas, serta kertas. Kedua karya ini sama-sama dihiasi dengan banyak gambar.
Wang Zheng (1571-1644) menulis buku yang mengulas mengenai seluk-beluk peralatan militer serta hidrolis. Bekerja sama dengan seorang imam Yesuit bernama Johann Schreck, dihasilkan suatu karya yang mengupas mesin-mesin Barat dengan judul Yuanxi qiqi tushuo (Penjelasan Bergambar Mengenai Mesin-mesin Aneh dari Barat). teknik pertanian tidak luput pula dari perhatian para sarjana. Pada masa akhir Dinasti Ming, terbit pula berbagai buku mengenai pertanian, seperti Nongshu karya Ma Yelong (1490-1571); Shengshi Nongshu mengenai metode-metode pertanian di Zhejiang Utara; Nongpu Liushung tentang pertanian serta pertamanan; dan yang terpenting dari semua itu adalah Nongzheng quanshu (1636) karya Xu Guanqi yang membantu Matteo Ricci menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Barat, sebagaimana yang telah kita singgung di atas Karya Xu yang merupakan murid Matteo Ricci ini merupakan ensklopedi teknik-teknik pertanian sejati dalam sejarah China.  

2.4 Perkembangan ilmu Pengobatan Semasa Dinasti Ming

Li Shizhen (1518-1593) adalah tabib terkenal yang hidup semasa Dinasti Ming. Hasil karyanya yang terpenting adalah Materia Medica (Bencao Gangnu) dalam 52 jilid, yang memuat penjelasan mengenai 1.892 obat Tionghoa (baik berupa tumbuhan, hewan, maupun mineral) serta memiliki lebih dari 1.000 ilustrasi. Selain itu, diulas pula di dalamnya berbagai gejala penyakit Karya besar ini merupakan intisari pengetahuan medis China kuno selama 200 tahun terakhir. Dua puluh tujuh tahun masa hidupnya diabdikan untuk menyusun ensiklopedi ini. Tidak jarang ia harus bepergian ke gunung-gunung serta tempat-tempat terpencil demi mempelajari dan mengumpulkan contoh bahan obat-obatan. Pada perkembangan selanjutnya, karya ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, termasuk beberapa bahasa Barat.
 Ii Shizhen sendiri berasal dari keluarga tabib. Semenjak kecil, ia telah mengagumi pekerjaan sebagai tabib yang sanggup menyelamatkan banyak nyawa, sehingga bercita-cita pula untuk menjadi tabib seperti ayah dan kakeknya. Meskipun demikian, ayahnya menginginkan agar Li mengikuti ujian negara dan menjadi pejabat. Tetapi setelah tiga kali mengalami kegagalan dalam ujian negara, ayahnya mengizinkan Li untuk mempelajari pengobatan, dan dengan segera ia menjadi tabib terkenal. Dari hasil pengamatannya terhadap literatur pengobatan lama, ditemukannya berbagai kesalahan fatal di dalamnya, sehingga inilah yang mendorong Li untuk menyusun Materia Medica yang tersohor itu.

2.5 Perkembangan Seni Semasa Dinasti Ming

Novel-novel terkemuka yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa merupakan produk utama zaman Dinasti Ming. Bahkan dewasa ini, banyak dari novel tersebut yang masih digemari orang dan telah diangkat ke layar lebar, seperti Kisah Tiga Negara (Sanguo Yanyi), Perjalanan ke Barat (Xiyouji, Hokkian: See You Kie), Kisah Tepi Air (Suihuquan, Hokkian: Shui Hu Thoan), Penganugerahan Dewa (Fengshen, Hokkian: Hong Sin), dan lain sebagainya.
 Kisah Tiga Negara merupakan novel sejarah yang ditulis berdasarkan peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadipada Zaman Tiga Negara dengan dibumbui berbagai kisah dramatis. Pengarangnya adalah Lo Guanzhong, yang hingga saat ini masih belum dapat ditentukan dengan pasti kapan kurun waktu kehidupannya. Novel berikutnya yang tidak kalah menariknya adalah Perjalanan ke Barat. Begitu membaca atau mendengar judulnya,
Para pembaca pasti teringat pada tingkah-polah nakal seekor kera sakti bernama Sun Wugong (Hokkian: Sun Go Kong). Novel ini rnerupakan karya seorang sastrawan bernarna Wu Chengen (± 1510-1580) dan di ubah berdasarkan perjalanan Xuanzang ke India untuk mengambil kitab-kitab Buddhis (lihat kembali bab 11 subbab.K.1). Tentu saja aslinya perjalanan ke India itu tidak disertai oleh Sun Wugong, siluman babi, dan siluman air. Wu Chengen terlahir pada keluarga sederhana dan pernah memangku jabatan sebagai pejabat. Setelah meletakkan jabatan. ia hidup dari menulis. Ia juga merupakan seseorang yang gemar rnembaca, terutama kisah-kisah jenaka. Novel-novel hasil karyanya telah menjadikannya terkenal.
Kisah tepi Air mengisahkan tentang 108 pendekar Gunung Liang (Liangshan). Mereka adalah kaum yang menjadi korban fitnah serta tirani orang lain. Ada yang istrinya direbut oleh seorang jagoan dan tidak dapat memperoleh keadilan dari pihak berwenang. Terdapat pula petani yang mengalami tindakan semena-mena serta tidak juga mendapatkan keadilan, Atau seorang gagah perkasa yang gemar membela mereka yang tertindas. Sosok-sosok semacam ini kemudian bergabung menjadi satu di Gunung Liang dan  memerangi ketidak-adilan. Salah satu tokoh yang tidak asing adalah Wu Song, seorang jagoan yang pernah rnembunuh harimau dengan tangan kosong.
 Novel Penganugerahan Dewa tidak jelas siapa pengarangnya. Isinya mengisahkan tentang pertempuran meruntuhkan. Dinasti Shang serta pendirinya Dinasti Zhou yang banyak dibantu oleh orang-orang sakti. Di  dalamnya dapat kira jumpai tokoh-tokoh seperti Jiang Ziya, Li Jing, dan Nazha dengan roda-apinya. Bahkan hingga saat ini, rakyat Tionghoa menyegani Jiang Ziya, di mana mereka menempelkan jimat di pintu rumahnya yang berfuliskan: "Jiang Ziya berada di sini", guna menolak iblis-iblis jahat. Memang Jiang Ziya menurut novel tersebut telah menganugerahkan gelar kedewaan pada arwah panglima perang, pertapa, dan orang-orang sakti yang gugur dalam peperangan menumbangkan Dinasti Shang itu, sehingga disegani para dewa serta makhluk halus. Karya-karya sastra Dinasti Ming lainnya berupa cerpen dan drama, seperti kisah Sebuah Kecapi (Bibaji), yang mengisahkan seorang istri mencari suaminya.
Karya seni arsitektur terkemuka Dinasti Ming tampak pada bangunan kuil Surgawi, tempat kaisar mengadakan upacara penghormatan pada langit (tian)_ Kuil pemujaan ini dibagi rnenjadi tiga bagian yang masing-masing berorientasikan arah utara-selatan, yakni: Kuil Pemujaan tahunan, tempat kaisar berdoa memohon panen yang baik (ritual ini diawali semenjak zaman Dinasti Zhou, lihat bab 4 subbab K); Kuil Alam Semesta, tempat meletakkan pagan pemujaan bagi langit dan leluhur; dan Altar Langit suatu panggung berbentuk lingkaran yang dikelilingi pembatas berbentuk segiempat atau dilambangkan peribahasa Tionghoa yang berbunyi: 'Langit bulat dan bumi persegi". Altar ini memiliki tiga tingkat dan masing-masing jurniah anak tangga ataupun tiang semuanya dibuat kelipatan sembilan, yakni angka yang melambangkan kekaisaran.
 Selama upacara yang berlangsung dua hari, seluruh aktivitas di Beijing praktis terhenti. Seluruh pintu dan jendela ditutup saat kaisar beserta rombongan berbaris Baris dari istana terlarang menuju ke kuil itu. Setelah berpuasa dan mengenakan jubah baru, ia menaiki tangga kuil serta melakukan upacara persernbalryangan. Kaisar menyembah sembilan kali dan memohon berkah serta perlindungan bagi negerinya.
 Istana Terlarang yang tersohor ke seluruh penjuru dunia merupakan bukti lain keagungan seni arsitektur Dinasti Ming. Pembangunannya dimulai pada tahun 1406 dengan mengerahkan 200.000 pekerja dan dihuni pada tahun 1421 oleh kaisar.
Dan keluarga sebelum tembok luar dan gerbangnya selesai. Istana terlarang ini bagaikan sebuah kota dengan berbagai bangunan istana beserta berjalan-jalannya, di mana secara keseluruhan terdapat 9.000 ruang mencapai 250 akre. Pemilihan bahan bangunan dan warna, menjadikan istana ini tampak sangat dramatis dan tidak ada bandingannya sejarah.
 Dinasti Ming juga sangat terkenal akan keramik-keramiknya yang di ekspor ke seantoro penjuru dunia. Kaisar-kaisarnya sendiri meniadi pelindung bagi industri keramik dengan mendirikan pabrik keramik kekaisaran di Jingdezhen, Provinsi Jiangxi. Para seniman keramik di tempat ,menyempurnakan teknik-teknik baru bagi pembuatan barang pecah-belah yang diperuntukkan bagi kelas atas tersebut.
 Kebanyakan keramik yang hasilkan berwarna biru dan putih dengan ragam hiasnya bercorak naturalistik. Keramik ini dihasilkan dari campuran antara kaolin (Tanah liat putih) dengan sejenis batu yang dinamakan petuntse dan dipanggang pada temperatur 1400° C sehingga menjadi sangat keras. Bahkan baja dikatakan tidak sanggup menggoresnya. Produksi keramik mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Xuande dan Jiajing. menjadi lebih berharga ketimbang sutra dan dickspor hingga ke jepang, Asia Tenggara, serta Timur Dekat.
Dalam bidang seni lukis, pemerintah Dinasti Ming berupaya menghidupkan kembali kejayaan seni lukis Dinasti Song. Objek lukisan pada masa itu adalah pemandangan alam atau hewan. Sebagaimana halnya pada zaman Dinasti Song, lukisan Ming bernuansa realistik.
Salah seorang pelukis terkenal pada zaman itu adalah Wang Thengming (1470-1559), yang pada usia 80 tahun melukis pohon sipres di atas batu kirang yang kokoh sebagai perlambang bagi kekuatan. Di bagian kiri atas lukisan itu, ditulisnya sebait sajak: “Dihujani oleh salju, dihantam oleh kebekuan, cabang-cabangnya seiring dengan berlalunya bulan dan tahun menjadi terpelintir dan puncak-puncaknya bengkok, meskipun ,demikian kekuatannya yang luar biasa tetaplah abadi." Pelukis lainnya, Qiu Ying (1520-1552), telah menghasilkan lukisan yang menggambarkan para sarjana sedang mengarnati hasil ujian.
Seni ilustrasi pada buku mengalami kemajuan pesat semasa Dinasti. Anehnya, pendorong kemajuan ini adalah tidak adanya hak cipta pada masa itu, sehingga suatu penerbit tidak dapat mencegah penerbit lain untuk menerbitkan buku yang sama. Oleh karena itu, agar dapat menang dalam persaingan, para penerbit berlomba-lornba untuk menghiasi buku terbitannya dengan gambar-gambar agar dapat menarik minat pembaca.
pada zaman itu, mungkin terhadap banyak versi buku yang sama, tetapi berbeda dalarn hal ilustrasinya.

2.6 Perkembangan Ekonoriti dan Kemasyarakatan Semasa Dinasti Ming

Semasa pemerintahan Chenghua (1465-1487), terjadi perkembangan yang pesat dalam bidang industri, seperti sutra yang dihasilkan di Suzhou. Ini menciptakan golongan kaya baru yang berlomba-lomba dengan kaum bangsawan dalam mengumpulkan benda-benda seni. Pusat kebudayaan berpindah ke sebelah selatan, yakni ke lembah Sungai Yangzi. Sementara itu, di desa-desa para petani miskin yang tidak mempunyai tanah berbondong-bondong ke kota, sehingga terjadi arus urbanisasi.
 Mencontek bukanlah tindakan yang patut diteladani. Tetapi terlepas dari semua itu, bukan hanya siswa atau mahasiswa di zaman sekarang yang melakukannya demi memperoleh kelulusan dalam ujian. Para pese ujian pada zaman dahulu menuliskan karya-karya klasik Konfusianisme yang menjadi bahan ujian pada kemeja bagian dalam mereka. Pada saat mengikuti ujian negara, para sarjana ditinggalkan seorang diri dalarn ruangan sehingga memunkinkan mereka untuk melihat contekannya itu.

2.7 Perjalanan Muhibah Zheng He: Perkembangan dalam Navigasi dan Teknik Pembuatan Kapal Semasa Dinasti Ming

Zheng He berangkat pada tahun 1405 dengan membawa 63 kapal yang memuat 27.870 orang (jauh lebih banyak dibandingkan dengan pelayaran Columbus). Hal terpuji yang patut kita teladani di sini adalah meskipun membawa kekuatan besar, tetapi Zheng He tidaklah berusaha menaklukan atau menjajah negeri-negeri yang dikunjunginya. Ini tentunya berbeda dengan bangs Barat, di mana penjelajahan yang mereka lakukan selalu diakhiri dengan penjajahan. Pelayaran samudra ini mendahului misi pelayaran Columbus dan penjelajah barat lainnya. Misi pelayaran besar ini, hanya dapat dimungkinkan bila China telah mengembangkan pengetahuan mengenai navigasi serta pelayaran yang tinggi. Bukti nyata kemajuan teknologi China dalam bidang pelayaran diperlihatkan oleh sebuah kitab berjudul Wu Pei Chi, yang isinya mengenai seluk-beluk pelayaran China Kuno. Kitab itu juga mencatat pula posisi bintang-bintang petunjuk arah serta informasi geografis daerah-daerah asing, seperti letak, keadaan alam, dan lain sebagainya.
Bintang kutub memiliki arti penting bagi bangsa Tionghoa serta merupakan dasar bagi astronomi China. Bintang ini dianggap sebagai “kaisar” nya bintang. Sebagaimana para menteri, pejabat, hamba, dan rakyat yang bersama-sama mengelilingi kaisar, demikian pula halnya dengan bintang-bintang lain yang “mengelilingi” bintang kutub. Berbeda dengan astronom Yunani, seperti Aristoteles dan Ptolomeus, yang menentukan garis lintang berdasarkan jaraknya dari garis khatulistiwa, bangsa Tionghoa menentukan garis lintang berdasarkan jaraknya dari  bintang kutub utara (Polaris). Penentuan acuan berdasarkan bintang kutub ini memiliki kelebihan, karena dapat menentukan garis lintang tempat kita berada saat itu hanya dengan mengukur sudut ketinggian bintang kutub. Jadi bila anda berada tepat di kutub utara, bintang kutub utara akan berada pada posisi 90º. Sebaliknya, bila sedang berada tepat pada garis Khatulistiwa, anda akan melihat bahwa sudut ketinggian bintang kutub adalah 0º, atau dengan kata lain Anda kini berada pada garis lintang 0º. Oleh karenanya, berdasarkan sistem perhitungan ini, garis Khatulistiwa akan setara dengan garis lintang  0º, sedangkan kutub utara setara dengan garis lintang  90º.
Meskipun demikian, metode ini juga memiliki kelemahan. Bila seorang telah berada di belahan bumi selatan, ia tidak akan dapat menentukan posisinya lagi; karena bintang kutub utara tidak dapat diatasi dengan menentukan posisi matahari yang tidak berpengaruh oleh belahan bumi utara maupun selatan. Namun, bangsa Tionghoa belum mengenal teknik ini, yang juga baru ditemukan oleh bangsa Portugis pada tahun 1474. Untuk mengatasi hal itu, bila berada di belahan bumi selatan, para pelaut China hanya mengandalkan kompas, jam pasir, dan juga kecepatan kapal.
Untuk menghitung posisi atau jarak yang telah ditempuh, mereka hanya mengalihkan kecepatan kapal dengan waktu yang telah berlalu. Metode ini tentu saja sangat tidak akurat, mengingat kecepatan kapal selalu berubah, misalnya saat harus bergerak melawan arus laut. Inilah sebabnya mengapa pengukuran garis lintang yang dilakukan pelaut China tidak lagi akurat bila berada di belahan bumi selatan. Permasalahan ini baru terpecahkan setelah akhir pelayaran keenam, di mana mereka telah memetakan rasi-rasi bintang belahan selatan dan mempergunakannya sebagai petunjuk arah.
Kini kita akan membahas mengenai kemajuan teknik pembuatan kapal yang telah dikuasai dengan baik  oleh bangsa China pada masa Dinasti Ming.
Bangsa Tionghoa selama berabad-abad telah mengembangkan teknik pembuatan kapal yang sanggup bertahan terhadap ganasnya samudra raya. Mereka menemukan cara pembuatan rangka kapal yang kokoh dan terbagi atas berbagai bagian. Pada ujung masing-masing bagian itu, terdapatlah bagian yang kedap air, mirip dengan ruas-ruas batang bambu. Ujung-ujung yang kedap air ini lalu dibaut bersam-sama dengan menggunakan paku logam yang beratnya mencapai beberapa kilogram. Tiga lapisan kayu keras dipakukan pada rangka kapal yang kemudian dilapisi dengan serat kelapa ( coconut fibre) sehungga menjadi kedap air. Agar lebih kuat lagi, konstruksi itu masih dilapis dengan campuran antara minyak pohon tung dan kapur. Teknik ini telah dikembangkan sejak abad ke-7. Tentu saja untuk membuat kapal sebesar dan sebanyak yang dipergunakan Zheng He dalam misi muhibahnya diperlukan sejumlah minyak pohon tung, sehingga berhektar-hektar tanah di sepanjang Sungai Yangzi harus dibersihkan dan selanjutnya ditanami pohon tung.
Para ahli perkapalan di Longjiang, yang merupakan pusat pembangunan kapal masa itu, telah merancang kapal mereka agar tahan terhadap badai yang paling dahsyat di laut. Kapal-kapal raksasa itu akan bertahan terhadap amukan topan, dan konstruksi yang terpisah menjadi beberapa bagian atau bilik itu mengurangi resiko tenggelam, karena bertabrakan dengan karang atau gunung es. Kapal itu dirancang untuk terus mengapung, meskipun kedua biliknya telah bocor dan dibanjiri air.
Para pemimpin ekspedisi ini merupakan orang-orang yang cakap dan berpengetahuan tinggi, tetapi kebanyakan anak buah mereka berasal dari kalangan bawah. Sebagian besar dari mereka adala para penjahat yang dihukum buang ke laut dan hukuman ini justru malah menguntungkan mereka, karena kehidupan sebagai anak buah kapal jauh lebih baik ketimbang sebagai tahanan. Selain anak buah kapal, penjelajahan ini juga membawa serta para ahli dalam berbagai bidang, seperti ahli navigasi dan pertukangan. Tugas para tukang tersebut adalah memperbaiki layar, jangkar, pompa, dan bagian-bagian kapal lainnya. Ikut serta pula para ahli sejarah yang bertugas mencatat apa saja yang dijumpai dalam perjalanan itu, seperti Ma Huan. Catatannya yang berjudul Pengamatan Keseluruhan atas Lepas Pantai (yang Dijumpai Sepanjang Perjalanan) diterbitkan tahun 1433, setelah perjalanan terakhir Zheng He.
Secara keseluruhan, Zheng He telah melakukan tujuh kali pelayaran. Pelayaran pertama diawali pada tahun 1405, dengan membawa 63 kapal serta 27.870 orang. Armada ini lalu berlayar menuju Indocina, Champa, dan singgah di Palembang. Saat itu yang berkuasa di Palembang adalah orang Tionghoa bernama Zhen Ziyi. Zheng He mengundangnya untuk datang menghadap. Zheng berpura-pura menerima undangan itu, tetapi secara diam-diam menyerang Zheng He. Tetapi, Zhen berhasil dikalahkan dan dibawa menghadap Kaisar Yongle, yang menjatuhinya hukuman penggal.
Perjalanan kedua dilakukan pada tahun 1408 yang mengunjungi Pahang, Singapura, Malaka, Kalkuta, Srilanka, Maladewa, Quilon,Cochin, Kalkuta, Persia, Aden, dan Makkah. Raja Srilanka ditawan oleh Zheng He karena sering menganiaya orang Tionghoa Buddhis yang datang beribadah kesana. Selain itu, ia juga berusaha menyerang Zheng He dengan tipu muslihat. Perjalanan ketiga berawal pada tahun 1412. Zheng He pada kesempatan kali ini mengunjungi Sumatera, Jawa, Madura, dan lain sebagainya. Pada tahun 1416, Zheng He mengawali muhibah keempatnya dengan disertai oleh utusan berbagai negeri mempersembahkan upeti pada Dinasti Ming.
Ekspedisi keempat menempuh rute perjalanan yang lebih panjang dibandingkan dengan sebelumnya. Mereka menyinggahi Arab, pesisir timur dibandingkan dengan sebelumnya. Mereke menyinggahi Arab, pesisr timur Afrika, mengitari Pulau Madagaskar. Misi muhibah kelima dilakukan pada tahn 1421 dengan menyinggahi Siam dan Sumatera. Sedangkan ekspedisi pelayaran keenam diawali pada tahun 1424 dengan tujuan Sumatera. Misi muhibah keenam merupakan yang terakhir yang dilakukan di bawah pemeintahan Kaisar Yongle. Kaisar Ming berikutnya, Hongxi, untuk sementara waktu menghentikan pelayaran. Tetapi, pengganti Hongxi, Xuande, memerintahkan agar Zheng He berlayar kembali demi mempererat  hubungan dengan negara-negara diseberang lautan. Perjalanan ini dilakukan antara 1430-1433 dan mengunjungi Srialnka, kalkuta, cochin, Persia, Aden, dan Madagaskar.
Sehubungan dengan misi pelayaran Zheng He ini, Gavin Menzies seorang pensiunan angkatan laut Amerika menulis sebuah buku menarik berjudul 1421: The Year China Discovered the World, yang menyatakan bahwa ekspedisi Zheng Hetelah mencapai Amerika, Australia, dan Antartika.

2.8  Perkembangan Bidang Keagamaan dan Filsafat Semasa Dinasti Ming.

2.8.1 Konfusianisme

Tokoh Konfusianis terkenal pada zaman ini adalah Wang Yangming (1472-1528/9), seorang keturunan keluarga sarjana serta pejabat terpandang. Meski mencapai peringkat kedua pada ujian negara pada usia 21 tahun, tetapi hanya memangku jabatan kecil saja hingga berusia sekitar 30 tahun  saat diserahi jabatan sebagai hakim ptovinsi. Setahun kemudian, Wang mengundurkan diri dan mempelajari Buddhisme serta Daoisme untuk sementara waktu. Saat berusia 33 tahun, negara memanggilnya kembali dengan menugaskannya sebagai komandan pasukan.
        Dua tahun kemudian, Wang menulis petisi pembelaan kepada kaisar bagi dua orang pejabat yang ditahan secara tidak adil. Karena isinya menghina seorang kasim korup pada masa itu, Wang dijatuhi hukuman pukulan dan dibuang ke tempat terpencil. Di tempat terpencil itu, Wang mencurahkan waktunya untuk menyistemasikan buah pemikiran filosofisnya. Wang baru diundang kembali ke Nanjing saat berusia 42 tahun. Hasil pemikirannya menarik perhatian para sarjana dari seluruh penjuru kerajaan. Pada masa akhir hayatnya, Wang mengundurkan diri ke desa asalnya untuk mengajar, di mana banyak orang terpelajar pada masa itu datang mengunjunginya.
        Pemikiran Wang Yangming dapat diringkaskan sebagai berikut:
Pikiran dan gagasan (principles) adalah satu. Sehingga kita boleh mengatakan bahwa gagasan-gagasan itu adalah sebagai hal yang hadir dalam pikiran seseorang. Dahulu pada zaman Song, para filosof berusaha mencari kebenaran di luar dirinya sendiri. Namun, Wang mencoba beralih pada dirinya sendiri untuk menemukan kebenaran tersebut. Gagasan Wang Yangming ini kemudian disebut sebagai “mempelajari pikiran ” (study of mind) yang berbeda dengan para filosof Dinasti Song dengan metode “penelaahan atas gagasan” mereka.
Kesadaran adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan baik dan buruk. Wang berpendapat bahwa kesadaran ini identik dengan prinsip alami. Atau dengan kata lain, prinsip alami adalah standar untuk membedakan baik dan buruk. Kesadaran adalah hadirnya prinsip alami di dalam pikiran seseorang. Jadi, tujuan pelatihan diri adalah untuk membebaskan seseorang dari hawa nafsu keinginan, sehingga mmeungkinkan kesadaran itu untuk hadir sepenuhnya dan mencerahi prinsip alami tersebut.
Kesatuan antara pengetahuan dan tindakan. Wang mengajarkan para siswa untuk beralih dari mempelajari kebenaran terhadap kitab-kitab semata dan menganjurkan mereka untuk mencari kebenaran yang timbul melalui tindakan. Ia berkata, “Metode belajar yang mulia untuk mencapai pengetahuan sepenuhnya hanyalah satu. Pengetahuan dan tindakan hendaknya tidaklah dipisahkan.”
Lebih jauh lagi, Wang Yangming meyakini bahwa setiap orang sebenarnya sanggup untuk menjadi orang suci, sebagaimana yang dikatakan Mengzi bahwa setiap orang tidak mustahil untuk menjadi seperti Yao dan Shun (dua orang kaisar purba yang mulia dan bijaksana).

2.8.2 Buddhisme

Pada masa akhir Dinasti Yuan, timbul keyakinan yang kuat terhadap Maitreya atau Buddha yang akan datang. Menurut keyakinan yang populer saat itu, seorang penguasa bijaksana (mingwang) akan hadir di muka bumi ini ketika makhluk suci tersebut turun ke bumi dari surga Tushita. Istilah mingwang ini dipergunakan pula karena eratnya hubungan antara Sekte Maitreya dengan pengikut Manikheanisme, yang disebut Mingjiao (harfiah: Agama Terang) oleh bangsa Tionghoa karena pemujaannya terhadap api. Bahkan pada saat itu, terdapat naskah Manikheanisme yang berjudul Daxiao mingwang chushi I (Kemunculan di Dunia Penguasa Mulia Mayor dan Minor). Oleh karena itu, Han Shantong, pemimpin Perkumpulan Teratai Putih yang memberontak terhadap bangsa Mongol pada tahun 1351 memandang dirinya sendiri sebagai Penguasa Mayor, sedangkan putranya, Liner dianggap sebagai Penguasa Minor. Karena Zhu Yuanzhang merupakan anggota kaum pemberontak yang dipengaruhi oleh gagasan penguasa mulia ini, ia lalu menamai dinastinya sebagai Ming, atau dengan kata lain, ia memandang dirinya sendiri sebagai penguasa mulia dan sejati tersebut.
Karena Zhu Yuanzhang pernah menjadi biarawan Buddhis, ia sangat mendukung Buddhisme. Kerap dikumpulkannya para biksu di istana untuk mengajar berbagai naskah suci Buddhis seperti Prajnaparamita dan Lankavatara. Kerajaan menyokong orang-orang yang hendak menjadi biarawan, sehingga jumlah mereka makin meningkat pesat. Pada tahun 1372, 57.200 biarawan Buddhis dan Daois ditahbiskan, sementara itu jumlahnya meningkat menjadi 96.328 pada tahun berikutnya. Jumlah orang yang ingin menjadi biarawan mekin meningkat pesat, sehingga akhirnya kerajaan merasa perlu untuk melakukan berbagai pembatasan, seperti larangan bagi mereka yang berusia di bawah 20 tahun untuk menjadi biarawan setra pengujian niat mereka.

2.8.3 Kedatangan Misionaris Kristen

Selama masa pemerintahan Wanli, seorang imam Yesuit bernama Matteo Ricci (1552-1616) memperkenalkan kembali agama kristen di China yang sebelumnya sudah pernah masuk ke negeri tersebut dalam bentuk Nestorianisme. Sebelumnya, Fransiskus Xaverius sudah pernah tiba di Macao, tetapi terburu meninggal pada tahun 1552, sebelum sempat memasuki China. Matteo Ricci dilahirkan di dekat Roma dan mencapai China pada usia 30 tahun. Saat hendak menjalankan misinya, Matteo Ricci menyadari bahwa bangsaTionghoa menjunjung tinggi pengetahuan-pengetahuan karya klasik Konfusianisme. Sehingga demi menunjang keberhasilan misinya, Ricci mulai mempelajari karya-karya tersebut. Bahkan penguasaannya akan literatur Tionghoa tersebut membangkitkan kekaguman para sarjana dan bangsawan Dinasti Ming. Ia sanggup menghafalkan halaman yang terdiri dari 500 huruf serta mengucpkannya kembali di luar kepala baik secara maju maupun mundur. Kekaguman ini masih ditambah lagi dengan keahliannya dalam bidang matematika, geografi, astronomi, dan musik.
Ricci meyakini bahwa bangsa Tionghoa hanya dapat diperkenalkan pada kekristenan jika ia dapat menghadirkan suatu bentuk agama tersebut yang selaras dengan Konfusianisme (mengizinkan penghormatan pada leluhur). Kebijaksanaan inilah yang kemudian mendorong beberapa sarjana terkemuka Tionghoa menganut Kristen. Di bawah pengganti Ricci,yakni Johann Adan Von Schall dan John (Johann) Schreck (Terrrentius) yang tiba di Beijing pada tahun 1622, jumlah umat Kristen Tionghoa meningkat menjadi ribuan. Namun, dekrit kepausan pada abad ke- 18 yang melarang masuknya praktik-praktik tradisional ini ke dalam agama Kristen mulai menghambat kegiatan misionaris yang diperintahkan untuk mengajarkan agama Kristen secara murni dikejar-kejar oleh pemerintah dan dipenjara karena berusaha menghapuskan kepercayaan tradisional bangsa Tionghoa.
Misionaris lain yang terkenal adalah Etienne Faber. Tokoh legendaris ini hidup pada masa akhir Dinasti Ming dan berkarya di Shanzi. Ia telah mengarang banyak karya mengenai hagiografi Buddhis dan Daois. Biarawan ini telah melakukan banyak mukjizat, seperti berdekatan dengan binatang buas tanpa dimangsa oleh mereka, memiliki kemampuan untuk menyembuhkan penyakit, mengusir setan dari tempat-tempat angker, menghalau hama belalang dengan air suci, dapat mengetahui sebelumnya saat kematiannya, mayatnya tidak membusuk, dan pada saat banjir makamnya tidak terkena amukan air. Misionaris ini setelah meninggal diangkat sebagai dewa bumi (fangtudi).

2.9 Hubungan dengan Kepulauan Nusantara

Selain misi pelayaran Zheng He yang mengunjungi kepulauan Nusantara, hubungan dengan China tetap terjalin baik. Selama lebih dari 100 tahun, sejumlah Duta Besar dan Panglima China telah mengumpulkan daftar kata bahasa Melayu.  Kurang lebih tahun 1560, sejumlah 500 kosakata telah dikumpulkan oleh Yang Lin, juru tulis kearsipan di Ibukota Dinasti Ming. Kita akan mencantumkan beberapa di antaranya dalam tabel sebagai berikut.
Makna Semasa Dinasti Ming
Transliterasi bahasa Mandarin (tidak dalam pinyin)
Bunyi Bahasa Melayu
Arti sekarang
Kamfer
Chia pu erh
Kapur
Kamfer
Kurma
Ko lo ma
Kurma
Kurma
Cengkeh
Chen chieh
Cengkih
Cengkeh
Batu Karang
Pa wan lan
Pualam
Marmer
Akik Merah
Ya chi
akik
Akik
Tinta
Mang his
mangsi
Noda hitam
Kelengkeng
La mo tan
Rambutan
rambutan
Istilah-istilah yang sebagian besar berhubungan dengan hasil bumi itu memperlihatkan adanya hubungan perdagangan yang ramai dengan China. Selain itu, kita dapat menyimpulkan bahwa bahasa Melayu yang kelak berkembang menjadi bahasa Indonesia telah menjadi bahasa persatuan (lingua franca) semenjak lama.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

   Dinasti Ming ini berdiri pada tahun 1368, setelah Zhu Yuanzhang berhasil mengusir Bangsa Mongol, Zhu Yuanzhang menobatkan dirinya sebagai kaisar dengan gelar Ming Taizu (1368-1398). Tahun pemerintahannya disebut dengan Hongwu, sehingga ia juga dikenal dengan sebutan Kaisar Hongwu.
Di penghujung Dinasti Ming, pemberontakan marak di seluruh negara dan pada puncaknya, Beijing jatuh ke tangan pemberontak yang dipimpin oleh Li Zicheng. Kekalahan ini menyebabkan Chongzhen menggantungkan dirinya di bukit di belakang Kota Terlarang. Li yang bersengketa dengan Wu Sangui menangkapi keluarganya di Beijing menyebabkan Wu memutuskan untuk menyerah kepada suku Manchu yang kemudian menaklukkan Li Zicheng dan menguasai Beijing pada tahun 1644.
Pada masa Dinasti Ming, terdapat beberapa perkembangan-perkambangan seperti perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ilmu pengobatan, perkembangan seni, perkembangan ekonomi dan kemasyarakatan, perkembangan dalam navigasi dan teknik pembuatan kapal, dan perkembangan bidang  keagamaan dan filsafat.
Dalam perkembangangan navigasi dan Teknik Pembuatan Kapal, Zeng He berangkat pada tahun 1405 dengan membawa 63 kapal yang memuat 27.870 orang (jauh lebih banyak dibandingkan dengan pelayaran Colombus). Hal terpuji yang patut kita teladani di sini adalah meskipun membawa kekuatan besar, tetapi Zheng He tidaklah berusaha menaklukan atau menjajah negeri-negeri yang dikunjunginya. Ini tentunya berbeda dengan bangsa Barat, di mana penjelajahan yang mereka lakukan selalu diakhiri dengan penjajahan. Pelayaran samudra ini mendahului misi pelayaran Colombus dan penjajah barat lainnya. Misi pelayaran besar ini, hanya dapat dimungkinkan bila China telah mengembangkan pengetahuan mengenai navigasi serta pelayaran yang tinggi. Bukti nyata kemajuan teknologi China dalam bidang pelayaran diperlihatkan oleh sebuah kitab berjudul Wu Pei Chi, yang isinya mengenai seluk-beluk pelayaran China kuno. Kitab itu juga mencatat pula posisi bintang-bintang petunjuk arah serta informasi geografis daerah-daerah asing, seperti letak, keadaan alam, dan lain sebagainya.
Dalam perkembangan keagamaan, pada masa Dinasti Ming memmbagi menjadi tiga tahap yaitu konfusianisme, Buddhiisme, Kedatangan misionaris Kristen. Dalam Konfusianisme, tokoh Konfusianis terkenal pada zaman ini adalah Wang Yangming (1472-1528/9), seorang keturunan keluarga sarjana serta pejabat terpandang. Dalam Buddhiisme timbul pada masa akhir Dinasti Yuan. Dan dalam kedatangan misionaris Kristen ini diperkenalkan oleh seorang imam Yesuit bernama Matteo Ricci (1552-1616).
Dinasti Ming dalam hubungannya dengan kepulauan nusantara, selain misi pelayaran Zheng He yang mengunjungi kepulauan Nusantara, hubungan dengan China tetap terjalin baik. Selama lebih dari 100 tahun, sejumlah Duta Besar dan Panglima China telah mengumpulkan daftar kata bahasa Melayu.  Kurang lebih tahun 1560, sejumlah 500 kosakata telah dikumpulkan oleh Yang Lin, juru tulis kearsipan di Ibukota Dinasti Ming.


DAFTAR PUSTAKA


Taniputera, Ivan. 2009. History of China. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Kwang, Hwa. 1991. Republik Cina Selayang Pandang. Taipe: Published by Kwang Hwa Publishing Company.
Xin, Xu. 2010. 5 Orang China Pengubah Dunia. Yogyakarta: Pustaka Solomon.
http://mypostsblog.wordpress.com/2014/01/11/dinasti-ming-dinasti-manchu/